Manado- Dana yang biasanya diluncurkan untuk Taman Nasional Bunaken (TNB) dinilai rawan di korupsi. Sebut saja, dana Rp20 juta yang diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur, dana Rp150 ribu pembagian atas fee bagi setiap kelurahan ternyata selang 8 tahun terakhir ini, tidak lagi dirasakan oleh warga pulau Bunaken.
“Itu semua sudah tidak ada,” beber Agus Lunder salah satu pengelolah penginapan di pulau Bunaken.
Penarikan retribusi hingga Rp150 ribu per hari bagi tiap satu turis asing yang datang menikmati pulau dan taman laut Bunaken pun langsung dipertanyakan.
Menurut pelaku usaha Bunaken, penarikan retribusi tersebut hingga kini tidak transparan diperuntukan untuk apa. Sementara penarikan itu ditolak oleh wisatawan asing karena kondisi pulau bunaken dan taman laut Bunaken justru kotor.
Lanjut Lunder, pertanyaan para turis, jika ada penarikan retribusi tapi infrastruktur di Bunaken ikut dilengkapi tentunya akan tidak ada komplain.
“Kami sempat pertanyakan retribusi tersebut ke Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB) dan mereka beralasan retribusi tersebut untuk biaya pemeliharaan dan kebersihan pulau dan taman laut Bunaken. Tapi buktinya taman laut dan pulau Bunaken begitu kotor dan menjadi sorotan para wisatawan mancanegara. Padahal ada sekitar Rp1,4 miliar dalam setahun hasil dari Bunaken, itu kemana,” tanya Lunder.
Secara tidak langsung samua bentuk penarikan yang dilakukan DPTNB akan mematikan mata pencarian para warga Bunaken, usaha transportasi Manado ke Bunaken serta semua pelaku usaha penginapan yang ada di pulau Bunaken.
“Para wisatawan yang datang ke pulau bunaken bukan semua dari kalangan orang ekonomi yang mapan. Hingga penarikan retribusi tersebut akan mematikan usaha kami apalagi memang banyak turis yang pertanyakan retribusi tersebut,” ungkap Lunder.
Ditambahkan Daniel Takahendengan warga dan pelaku usaha di pulau Bunaken program sapu laut adalah program pemerintah bukan DPTNB, hingga penarikan retribusi tersebut rawan akan korupsi.
“Lihat saja apa yang dilakukan DPTNB hanya nol besar. DPTNB juga tidak transparan soal anggaran pengelolaan taman bunaken, jika begini terus kami dan para pelaku usaha pariwisata bunaken akan gulung tikar,” tegas Takahendengan.
Di satu sisi Lunder juga berharap jika Peraturan Pemerintah RI nomor 12 tahun 2014 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan akan diberlakukan di pulau Bunaken, agar bisa dilihat dampak negatifnya bagi warga, pelaku usaha dan turis serta nama besar Pulau Bunaken dan Taman Lautnya.
“Jika itu diberlakukan baiknya infrastruktur harus baik dan nyaman, karena sepengetahuan kami peraturan tersebuit sudah mulai disosialisasikan,” kata Lunder dan diaminkan Takahendengan.
Semua keluhan tersebut dilontarkan Agus Lunder dan Daniel Takahendengan kepada Wawali Manado Dr Harley Mangindaan.
“Semua keluhan ini tentunya akan saya komunikasikan dengan Wali Kota Manado. Karena memang pengelolaan Bunaken banyak campur tangan dari pusat hingga di daerah, meski Bunaken jelas-jelas berada di wilayah Kota Manado. Kami maklumi keluhan warga Bunaken dan pasti akan kami pikirkan solusi terbaiknya,” tandas Mangindaan. (*)