JAKARTA, Kawanuapost.com – “Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945.”.
“Bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi seseorang dan golongan.”
“Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Demikianlah sumpah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2014-2019 saat dilantik hari Rabu yang menunjukkan niat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dan bukan mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
Apakah sumpah itu sungguh-sungguh akan dilaksanakan?
Surat Presiden
Belum lagi para legislator bekerja, ternyata sudah ada lima orang batal dilantik karena terlibat masalah hukum yaitu terkait tindak pidana korupsi.
“Saya terima suratnya dari KPU jam 02.00 pagi tadi,” kata Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti, di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai persetujuan penundaan pelantikan lima anggota DPR karena dugaan tersangkut kasus korupsi.
Kelima anggota DPR itu adalah, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik (Partai Demokrat), mantan Bupati Bupati Bantul Idham Samawi (PDI Perjuangan), Herdian Koesnadi (PDI Perjuangan), mantan Ketua DPRD Provinsi Papua Barat Jimmy Demianus Idjie (PDI Perjuangan), dan mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Iqbal Wibisono (Partai Golkar).
Jero menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan Kementerian ESDM; Idham menjadi tersangka dana hibah untuk klub sepak bola Persiba Bantul; Herdian adalah tersangka dalam pembangunan puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Banten tahun anggaran 2011-2012; Jimmy terjerat korupsi Rp22 miliar dana APBD Papua Barat 2010-2011 bersama 44 anggota DPRD lainnya; dan Iqbal adalah tersangka dugaan korupsi dana bantuan sosial dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 untuk Pemkab Wonosobo.
Masih ada dua anggota DPD yang batal dilantik hari Rabu yaitu Chaidir Jafar dari Papua Barat yang telah diputus bersalah juga dalam kasus korupsi APBD Papua Barat tahun 2010-2011 senilai Rp22 miliar dan Zulkarnain Karim yaitu mantan Walikota Pangkal Pinang selaku tersangka kasus korupsi pembangunan perumahan Tampuk Pinang Pura (TPP) di Bangka Belitung.
Apakah 555 orang anggota DPR yang mengucapkan sumpah otomatis bebas dari korupsi?
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengaku sudah memberikan lima resep bagi para legislator baru agar dapat memperbaiki kinerja mereka, khususnya agar tidak tersangkut kasus korupsi.
“Kajian KPK terhadap DPR sudah terjadi dan diserahkan kepada pimpinan periode sebelumnya, ada 5 hal penting,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Rabu.
Pertama adalah bagaimana proses perekrutan sistem pendukung anggota DPR seperti tenaga ahli.
“Kalau mekanisme rekrutmennya tidak transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, maka orang yang membantu anggota dewan itu bukan orang hebat, padahal pekerjaan anggota dewan harus ditopang oleh orang-orang yang spesifik keahliannya diperlukan,” ungkap Bambang.
Kedua adalah bagaimana membuat mekanisme untuk meminimalkan penyalahgunakan kewenangan dalam lobi.
“Di DPR dengan kewenangan legislasi, tidak mungkin tidak ada lobi. Pertanyaannya apakah ada sistem mekanisme untuk meminimalisasi potensi penyalahgunaan kewenangan dalam mekanisme lobi itu? Kalau tidak ada, maka di semua legislasi ada potensi korupsi,” tambah Bambang
Ketiga adalah terjadinya konflik kepentingan.
“Ketiga ada conflict of intereset. Hampir di seluruh komisi yang berkaitan dengan haji, ada pemilik travel di situ. Bagaimana mengontrol dia sebagai owner tapi punya kewenangan sebagai regulator itu tidak bercampur konflik kepentingannya. mekanisme kontrolnya bagaimana? Atau ada lawyer di Komisi III, tapi berhubungan dengan law office-nya sehingga saat rapat dengar pendapat itu yang ditanya sesuai pertanyaan, bukan kasus,” jelas Bambang.
Keempat adalah menghadirkan mekanisme yang dapat membangun integritas dan akuntabilitas di dalam DPR.
“Kalau DPR tidak punya mekanisme untuk mengontrol bagaiman akuntabilitas dalam tiga kewenangan pokoknya dilakukan, kita susah, misalnya pengawasan, sebagai pengawas, siapa yang mengawasinya? Karena tidak ada batas antara mengawasi dan mencampuri,” tambah Bambang.
Kelima adalah evaluasi Badan Kehormatan (BK) DPR yang berdasarkan UU MPR, DPR dan DPD (MD3) yang baru berubah namanya menjadi Dewan Kehormatan.
“Dulu punya BK di DPR, sekarang dievaluasi sejauh mana kinerjanya, sekarang ada dewan kehormatan, dan kalau kinerjanya tidak dievaluasi akan sama dengan BK,” tegas Bambang.
Sedangkan Komisioner KPK lainnya, Zulkarnain berharap agar anggota DPR terpolih belajar dari legislator periode sebelumnya.
“Belajarlah dari periode masa sebelumnya yang banyak tersangkut kasus korupsi. Ke depan kami harapankan itu tidak terjadi lagi. Artinya untuk itu integritas pribadi dari DPR yang baru ini integritasnya diperbaiki supaya bisa berfungsi dengan baik sesuai dengan amanat rakyat, memperjuangkan kepentingan rakyat,” kata Zulkarnain.
Legislator Korup
Menurut catatan KPK, setidaknya ada 51 anggota DPR yang terjerat kasus korupsi di KPK sepajang 2008-2014, jumlah tersebut belum termasuk anggota DPRD yang terlibat korupsi di daerah masing-masing
Mereka adalah
1. Ismed Rusdany dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran tipe V 80 ASM sebanyak 29 unit pada tahun 2003 dan Mobil Pemadam Kebakaran Hydrolic Tangga Ladder Truck Morita sebanyak 2 (dua) unit pada tahun 2005 yang terjadi pada Provinsi Kalimantan Timur.
2. Noor Adenan Razak yang menerima suat terkait pengadaan tanah pada Proyek Peningkatan Kelembagaan dan Sarana (PKS) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) tahun 2004
3. Saleh Djasit dalam korupsi pengadaan 20 unit mobil Pemadam Kebakaran type V 80 ASM di Provinsi Riau pada 2002-2003.
4. Al-Amien Nur Nasution karena menerima suap dalam Proses Alih Hutan Lindung di Tanjung api-api Sumatera Selatan, Proyek Pengadaan GPS (Giographical Position System) Geodetik di Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN), dan Proses Alih Fungsi Hutan Lindung di Bintan Kepulauan Riau.
5. Hamka Yandhu yang menerima suap dalam rangka penyelesaian Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), secara politis dan Amandemen Undang-undang Bank Indonesia (BI) tahun 2003 serta penerimaan travelers cheque terkait pemilihan Deputi Senior BI 2004
6. Antony Zeidra Abidin yang menerima suap dalam rangka penyelesaian Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), secara politis dan Amandemen Undang-undang Bank Indonesia (BI) tahun 2003
7. Sarjan Tahir yang menerima suap terkait Proses Rekomendasi Alih Fungsi Hutan Lindung Pantai Air Telang Kab. Banyuasin Prov. Sumatera Selatan untuk pembangunan dan sarana Dermaga Tanjung Api-api
8. Bulyan Royan yang menerima suap terkait dengan Pengadaan Kapal Patroli kelas III type FRP pada Ditjen. Perhubungan Laut Dep. Perhubungan Tahun 2007- 2008.
9. Yusuf Erwin Faishal yang menerima suap terkait dengan proses permohonan Alih Fungsi Hutan Lindung Pantai Air Telang Provinsi Sumatera Selatan.
10. Abdul Hadi Djamal yang menerima suap 240 ribu dolar AS dan Rp86,5 juta terkait persetujuan anggaran Program Stimulus Fiskal Departemen Perhubungan RI. Tahun 2009.
11. Udju Djuhaeri
12. Dudhie Makmun Murod yang menerima travelers cheque berkaitan dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004.
13. Azwar Chesputra
14. Hilman Indra
15. Fachri Andi Leluasa yang menerima suap terkait dengan Proses Alih Fungsi Hutan Lindung Pantai Air Telang Prov. Sumatera Selatan.
16. Endin Akhmad Jalaludin Soefihara bersama
17. Ni Luh Mariani Tritasari,
18. Soetanto Pranoto,
19. Soerwarno,
20. Matheos Pormes,
21. Agus Condro Prayitno,
22. Max Moein,
23. Rusman Lumbantoruan,
24. Poltak Sitorus,
25. Willem Maximillan Tutuarima,
26. Asep Ruchimat Sudjana,
27. Teuku Muhammad Nurlif,
28. Reza Kamarullah,
29. Baharuddin Aritonang dan
30. Hengky Baramuli dalam kasus penerimaan travelers cheque berkaitan dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004.
31. Ahmad Hafiz Zawawi,
32. Marthin Bria Seran,
33. Paskah Suzetta,
34. Bobby Suhardiman dan
35. Antony Zeidra Abidin dalam kasus penerimaan travelers cheque berkaitan dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2008.
36. Danial Tandjung
37. Sofyan Usman dalam perkara menerima travelers cheque berkaitan dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 danmenerima sejumlah uang dari Otorita Batam dalam rangka mengesahkan usulan anggaran Otorita Batam Tahun 2004 dan 2005.
38. Panda Nababan,
39. Engelina Patiasina,
40. M. Iqbal,
41. Budiningsih, dalam kasus penerimaan travelers cheque berkaitan dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004.
42. Amrun Daulay dalam perkara ikut serta terkait perbuatan Bachtiar Chamsyah dalam melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Departemen Sosial tahun 2004.
43. Muhammad Nazaruddin dalam kasus penerimaan suap terkait pembangunan wisma atlet di Jaka Baring Sumatera Selatan tahun 2010 – 2011.
44. Wa Ode Nurhayati karena menerima uang dalam perkara suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) di empat kabupaten dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
45. Zulkarnaen Djabar dalam penerimaan suap pengadaan Al Quran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama RI TA 2010 sd 2012
46. Angelina Sondakh dalam penerimaan suap terkait pengurusan anggaran pada Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 – 2011
47. Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus penerimaan suap terkait pengurusan kuota impor daging pada Kementerian Pertanian dan TPPU
48. Izederik Emir Moeis karena menerima suap terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan Lampung Tahun 2004
49. Anas Urbaningrum karena menerima suap terkait dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan proses Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Desa Hambalang, Bogor Prop Jawa Barat atau proyek-proyek lainnya dan TPPU.
50. Chairun Nisa karena menerima suap terkait Penanganan Perkara Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas Propinsi Kalimantan Tengah 2013 di Mahkamah Konstitusi
51. Sutan Bhatoegana karena menerima suap terkait penerapan APBN-P anggaran 2013 di Kementerian ESDM oleh Komisi VII DPR RI dan kegiatan lainnya.
Pertanyaannya adalah apakah daftar teresbut akan bertambah pada periode parlemen lima tahun yang akan datang?(ant)