CHICAGO – KawanuaPost.com – Brenda Myers-Powell masih anak-anak ketika dia menjadi pekerja seks komersil (PSK) pada awal tahun 1970an. Dia menjelaskan bagaimana dia terpaksa bekerja di jalanan dan mengapa, tiga dekade kemudian, dia mengabdikan hidupnya untuk memastikan perempuan-perempuan lain tidak jatuh ke perangkap yang sama.
Brenda menceritakan sejak kecil hidup susah. Ibunya meninggal ketika dia berusia enam bulan, ketika itu sang ibu masih berusia 16 tahun. Penyebab kematian ibunya tak pernah diketahui, hanya disebutkan meninggal secara alami. Satu yang paling diingat soal ibunya, adalah cantik dan humoris.
Dia dibesarkan oleh neneknya pada 1960an di West Side di Chicago, dia memiliki sisi yang sangat luar biasa, membacakan cerita dan memasak ubi-ubian yang manis.
Tetapi dia memiliki masalah minum, dan sering membawa pulang teman-temannya dari bar. Brenda mengatakan pria-pria teman neneknya akan melakukan hal yang buruk, sementara neneknya tidak sadarkan diri. Neneknya bekerja di pinggir kota dan membutuhkan waktu dua jam untuk mencapai tempat kerjanya dan dua jam untuk kembali pulang.
Setiap hari, Brenda kecil selalu pergi dan pulang sekolah sendiri, dan mengalungkan kunci rumah di leher. Pria-pria teman neneknya mengetahuinya, dan mengambil manfaat.
Menjadi PSK
Ketika kecil Brenda mengaku dia sering melihat perempuan-perempuan dengan rambut yang disasak indah dan memakai pakaian gemerlap, berdiri di jalanan di luar rumahnya.
“Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan; saya hanya terpukau melihat kilau mereka. Sebagai anak kecil, saya juga ingin berkilau,”
“Suatu hari saya bertanya kepada nenek apa yang dilakukan para perempuan itu dan dia mengatakan, “Perempuan-perempuan itu mencopot celana dalam mereka dan kemudian diberikan uang oleh pria.”
“Saya ingat berpikir, “Mungkin saya akan melakukan itu juga” karena pria-pria memang sudah sering mencopot celana dalam saya”.
Brenda lebih sering menghabiskan waktu sendirian di rumah.
Walaupun merupakan murid yang pintar, Brenda mengatakan ketika kecil tidak tertarik dengan pelajaran sekolah. Ketika berusia 14 tahun, dia sudah memiliki dua anak dari lelaki-lelaki itu, dua gadis bayi.
“Nenek mengatakan saya harus menghasilkan uang untuk mengurus bayi-bayi itu, karena tidak ada makanan di rumah, kami tidak memiliki apapun.”
Jadi, suatu sore – sebenarnya itu hari Jumat Agung – Brenda pergi ke ujung jalan Division Street dan Clark Street dan berdiri di depan hotel Mark Twain.
“Saya memakai rok seharga USD3,99, dan sepatu plastik murah, dan lipstick berwarna oranye yang saya kira membuat saya tampak lebih tua, saya menangis sepanjang waktu ketika itu”.
“Saya mendapatkan USD400 namun tidak menggunakan taksi untuk pulang malam itu. Saya pulang naik kereta dan memberikan sebagian besar uang itu kepada nenek, yang tidak bertanya dari mana asalnya”.
Ketika dia kembali lagi ke jalan Division dan Clark, dua pria yang membawa pistol membawanya di bagasi mobil, memperkosa dan kemudian menyanderanya di lemari pakaian di sebuah hotel.
“Itu yang dilakukan mucikari agar seorang perempuan bekerja dengan dia, mereka menjadi mucikari saya untuk sekira enam bulan. Saya tidak bisa pulang. Saya mencoba pulang namun mereka menangkap dan menyakiti saya. Kemudian, saya diperdagangkan oleh sejumlah lelaki lain”.
“Dalam setahun, itu berarti lebih dari 1.800 pria. Ini bukanlah hubungan asmara, tidak ada yang memberikanku bunga, percaya saja. Mereka menggunakan tubuh saya seperti toilet”.
Kekerasan Fisik
Selama 25 tahun menjadi PSK Brenda mengalami kekerasan fisik dan mental, ditembak lima kali, ditikam 13 kali.
Sebagaimana diberitakan BBC, Jumat (3/7/2015), dia tidak menemukan jalan keluar dari dunia prostitusi sampai kemudian pada 1 April 1997.
“Ketika saya hampir 40 tahun, seorang klien melempar saya keluar mobilnya, baju saya tersangkut di pintu dan dia menyeret saya sejauh enam blok, merobek-robek seluruh kulit dari wajah dan sisi tubuh saya”.
“Saya pergi ke County Hospital di Chicago dan mereka membawa saya ke kamar darurat. Karena kondisi saya, mereka memanggil seorang anggota polisi yang melihat saya dan berkata: “Oh saya kenal dia. Dia hanyalah seorang PSK. Mungkin dia menghajar seorang pria dan membawa kabur uangnya dan ini ganjarannya.”
“Saya bisa mendengar perawat tertawa dengannya. Mereka membawaku keluar ke kamar tunggu seperti saya tidak berharga sama sekali, seperti saya tidak berhak menggunakan layanan darurat”.
“Saat itu saya ingat melihat ke atas dan berbicara kepada Tuhan, “Orang-orang ini tidak peduli dengan saya. Bisakah Anda membantu saya?”
“Tuhan bekerja dengan cepat. Seorang dokter datang dan merawat saya dan dia mengatakan saya harus mengunjungi bagian layanan sosial di rumah sakit. Disana, mereka memberikan saya tiket bis untuk pergi ke tempat bernama Genesis House, yang dikelola oleh orang Inggris bernama Edwina Gateley, yang menjadi pahlawan dan mentor bagi saya. Dia membantu saya mengubah hidup.”
Masih Ada Harapan
Di rumah aman itu, Brenda belajar dari Edwina Gately, tentang nilai hubungan antara perempuan, lingkaran kepercayaan dan dukungan dan cinta yang diberikan sekelompok perempuan.
Setelah keluar dari rumah aman, saya menjadi relawan dan membantu seorang peneliti yang meriset tentang PSK.
“Saya menyadari tidak ada yang dapat menolong gadis-gadis muda yang menjadi PSK”.
Pada 2008, Brenda dan Stephanie Daniels-Wilson membuka Dreamcatcher Foundation. Sebuah dreamcatcher adalah pernik suku Amerika yang digantung dekat ranjang bayi.
Katanya itu bisa mengusir mimpi buruk. Itulah yang ingin kami lakukan – kami ingin mengusir mimpi-mimpi buruk itu, hal-hal buruk yang terjadi pada gadis dan perempuan muda.
Film dokumenter berjudul Dreamcatcher, disutradarai oleh Longinotto, menunjukkan pekerjaan kami. Kami bertemu dengan perempuan-perempuan yang masih bekerja di jalanan dan mengatakan kepada mereka, “Masih ada jalan keluar, kami siap membantu anda bila anda siap dibantu.” Kami mencoba menembus cuci otak yang mengatakan, “Kamu lahir untuk melakukan ini, tidak ada jalan lain untukmu.”
Dia juga mengelola klub luar sekolah bagi perempuan-perempuan, di samping pekerjaan relawan, dia juga menghadiri konferensi dan berkontribusi kepada pekerjaan akademis mengenai prostitusi.
Tiga tahun lalu, Brenda menjadi wanita pertama di negara bagian Illinois yang dakwaan prostitusinya dihapus.
Itu adalah hukum baru yang diberlakukan setelah lobi oleh Chicago Alliance Against Sexual Exploitation yang ingin mengangkat dakwaan kriminal dari korban perdagangan seksual. Perempuan-perempuan yang telah disiksa, dimanipulasi dan dicuci otak harus dianggap korban dan bukan kriminal.
“Setelah keluar dari dunia prostitusi, saya belum siap untuk menjalani hubungan. Namun setelah tiga tahun pemulihan, saya bertemu seorang pria luar biasa. Saya sangat pemilih – dia suka bercanda bahwa saya menanyakan lebih banyak pertanyaan daripada seorang polisi”.
“Dia tidak menghakimi saya mengenai masa lalu saya. Ketika dia memandang saya, dia bahkan tidak melihat semua hal itu – dia mengatakan hanya melihat seorang perempuan dengan senyuman cantik. Dia mendukung semua hal yang saya lakukan, dan kami merayakan 10 tahun perkawinan tahun lalu”.
Anak-anak Brenda dibesarkan oleh tantenya, dan satu dari mereka menjadi seorang dokter dan satu lagi menjadi ahli hukum bidang kriminal.
“Jadi saya disini untuk memberitahu anda – masih ada kehidupan setelah mengalami kerusakan, masih ada kehidupan setelah trauma. Masih ada kehidupan setelah orang mengatakan anda tidak berhaga dan tidak akan menjadi apapun. Masih ada harapan – dan saya tidak bermaksud sedikit harapan. Masih ada banyak harapan”.
EDITOR : SOLSILARE.