Manado. Kawanuapost. com – Pekerjaan untuk pembangunan Wisata Mangrove yang ada di Desa Bahowo diduga merusak beberapa Pohon Mangrove, bahkan diterima informasi belum kantongi ijin.
Pantauan wartawan di lokasi pembangunan, Sabtu (14/01/2023) terlihat beberapa pohon Mangrove sudah dirusak oleh pemilik lahan tersebut. Dengan alasan untuk pembersihan lokasi.
Terlihat ada pembuatan jalan masuk, dan pembersihan lokasi oleh alat berat. Sementara itu, di lokasi lainnya terlihat anak-anak yang sedang mandi menikmati lokasi yang sudah dikeruk sehingga terlihat dalam dan akan digunakan sebagai tambatan jetski.
Ketika dikonfirmasikan ke lokasi Senin (16/01/2023) Ronny salah satu pemilik lahan menjelaskan, lokasi ini milik pribadi keluarganya. Dibangun apapun itu hak keluarga dan saat ini pihaknya hanya melakukan pembersihan lahan.
Ketika dicecar pertanyaan apakah sudah mengkantongi ijin, Ronny pun menjelaskan, belum akan dilakukan pembangunan sehingga pihaknya belum memiliki ijin.
“Kami hanya lakukan pembersihan di lokasi tanah kami. Dari Balai Tanam Nasional Bunaken pun sudah datang melihat lokasi ini. Dan kami sudah mendapat ijin dari Sekot Manado, Mikler Lakat yang juga teman baik saya, ” ujarnya.
“Ini tanah saya dan bersertifikat yang dahulunya tambak, saya bangun apapun sesuai kehendak saya. Tanah, air dan Mangrove milik saya yang ada di tanah sertifikat saya, ” tegasnya.
Sementara itu, pemilik lahan lainnya Roy Tumbal pun mengemukakan, daerah ini merupakan lokasi pembibitan Mangrove, apabila ada yang rusak akan dilakukan peremajaan ulang setelah pembangunan dilakukan, setelah beberapa Mangrove yang berada di tanah miliknya.
Dia pun menambahkan, pihaknya sudah
bertindak sesuai aturan dan di luar itu sudah zona merah. “Sebelum bertindak sudah koordinasi dengan Balai Taman Nasional Bunaken. Sesuai pesan dari balai, kami hanya lakukan di dalam tanah sesuai sertifikat dan tidak boleh keluar. Jika tidak karena bahaya saya akan siap dipenjara. Bukan semua Mangrove yang dicabut tetapi hanya diatur, dan setelah itu akan dilakukan peremajaan,” ujarnya.
Ditanya mengenai ijin, Roy pun mengaku, pihaknya belum mengantongi ijin. “Ini kan usaha kecil, dan kami bukan maksud untuk mencari keuntungan tetapi memfasilitasi warga setempat agar dapat memarkir perahu ketika cuaca ekstrem, ” tuturnya.
Untuk diketahui, aturan dan perundang-undangan yang menegaskan soal mangrove. Di antaranya adalah Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Pada pasal 35 (f) dan (g) disebutkan, dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-pulau kecil; (g). menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Apabila melanggar maka sanksi berat menanti bagi para pelaku. Yakni, pada UU 27/2007 Bab 17 Ketentuan Pidana Pasal 73 ayat (1) huruf b: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap orang yang dengan sengaja: (b). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman.(*)