JAKARTA – KawanuaPost.com – Pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang kritik ketika dirinya menyindir perilaku media yang dianggapnya hanya mengejar rating. Bahkan pernyataan ini diulangnya sebanyak dua kali pada pidato keduanya di sidang gabungan antara DPR-DPD.
Karena itu, banyak spekulasi bermunculan. Salah satunya, sindiran Jokowi ke media lantaran keinginan pemerintah memasukkan pasal penghinaan dalam Undang-Undang KUHP jadi pembicaraan hangat publik.
Banyaknya kritikan dari media soal pasal tersebut diduga menjadi salah satu penyebab presiden melotarkan kritikan soal rating media.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Agung Suprio mengamini bahwa sikap mantan Gubernur DKI Jakarta itu membuat beberapa pihak berspekulasi, bahwa motif Jokowi adalah untuk memngekang kebebasan media.
“Jadi ini muncul spekulasi, dugaan bahwa ya Jokowi memang berkeinginan untuk katakanlah, mengekang media. Dugaan mengekang media ini terlebih kalau dikaitkan dengan memasukkan pasal penghinaan presiden,” ungkap Agung saat berbincang dengan Wartawan, di Jakarta, Sabtu (15/8/2015) malam.
Agung menjelaskan, media dan rating merupakan hal yang tak bisa dipisahkan. Selain rating jadi indikator bahwa berita tersampaikan ke publik sebagai jalan untuk “menghidupi” media lewat masuknya iklan.
Pemerintah, dimintanya juga tak gampang tersinggung. Sebab, kritikan ke kinerja pemerintah tak bisa dianggap sebagai bentuk penghinaan ke Presiden.
“Emangnya menyoal kinerja pemerintah yang memble dianggap menghina? Susah. Kalau itu fitnah ada delik pidana, ancaman, pornografi ada UU ITE, itu ada. Kalau menghina apa indikatornya? Jadi, paradigma otoriter jangan dipakai untuk melihat kritikan,” pungkasnya.
EDITOR : HERMAN. M.