Senduk CS_DIDUGA !!! “TANGAN SAKTI” Bungkam DEMOKRASI DIBAWASLU Minsel

 

Minsel.Kawanuapost.com-Dugaan adanya “TANGAN SAKTI” ikut masuk pusaran penyelenggara pemilu dan membungkam institusi Bawaslu Kabupaten Minahasa selatan semakin menguatkan dugaan bahwa pilkada serentak 2020 diminahasa selatan berada pada gerbang “MATINYA DEMOKRASI”.

Terkait adanya berbagai laporan pelanggaran pilkada oleh masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepada institusi Pengawas Pemilu (BAWASLU) kabupaten Minahasa selatan yang hingga kini tidak ada kejelasan,kini menjadi taruhan dimasyarakat bahwasannya amanat pemilu yang “JUJUR dan ADIL” hanyalah sebuah market opini semata.

Hal ini disampaikan salah satu tokoh masyarakat yang juga sebagai aktivis dan pemerhati kebijakan publik Ari Pasla kepada awak media sesaat sebelum menuju Kantor Pengadilan Negeri Amurang,(04/12/2020).

Ari mengatakan “Dalih menolak laporan pelanggaran pilkada disebabkan kurangnya alat bukti, adalah sebuah cara jitu Bawaslu agar tidak memproses berbagai laporan yang ada.” Kata Pasla.

Menurut Ari Pasla, Bawaslu sebagai institusi yang selama ini diyakini rakyat dapat mengawasi pemilu dan pilkada secara jujur dan adil, kini justru ikut ikutan menjadi sutradara dalam membenarkan kecurangan pilkada diminahasa selatan saat ini.

“Secara moral Bawaslu harus bertanggung jawab dengan semua ini termasuk “Matinya Demokrasi” dikabupaten Minahasa selatan. Oleh sebab itu kami minta Bawaslu pusat segera mencopot Bawaslu Minsel.” Sambung Pasla.

Pasla pun mengingatkan, bahwa Demokrasi yang ada didalam pemerintahan sama dengan Demokrasi yang ada ditanah minahasa (khususnya Minahasa selatan) yang dengan semangat MAPALUS menjunjung tinggi nilai nilai Demokrasi.

Secara terpisah, Ketua GMPK Minsel John Senduk yang didampingi empat ketua LSM mengatakan, seharusnya Bawaslu yang diharapkan dapat menjadi pengawas jalannya Pemilu dan Pilkada yang Jujur dan Adil dapat melaksanakan tugas ini dengan sebaik baiknya.

“Bawaslu tentunya wajib menyelesaikan berbagai aduan yang masuk baik secara perorangan maupun secara kelembagaan terkait pilkada saat ini. Akan tetapi yang terjadi saat ini justru Bawaslu tidak melaksanakan kewajibannya sebagai institusi Pengawas Pemilu.” Ujar Senduk

Senduk secara terperinci menguraikan dimana Pasal 73 angka (4) huruf C Undang Undang RI nomor 10 Tahun 2016 Tentang perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Merupakan rujukan yang harus digunakan Bawaslu sebagai dasar menindak lanjuti laporan kami. Ketus Senduk.

“Selain Calon atau Pasangan Calon, Anggota Partai Politik, Tim Kampanye, dan Relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk : huruf (C) bunyinya, mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.” Urai Senduk.

Dengan “Matinya Demokrasi” diminahasa selatan, ini sungguh disayangkan Ari Pasla. Pasalnya, Pendidikan politik cerdas yang diharapkan akan memberi andil dalam berdemokrasi ditanah Minsel, sejatinya justru dengan kesadaran dikubur hidup hidup oleh institusi Pengawas Pemilu secara “Terstruktur dan Masif”. Ujar Pasla menutup pembicaraan.

(roland)

Tinggalkan Balasan