KAWANUAPOST.COM – LAIN ladang, lain belalang. Mungkin inilah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan sistem prostitusi di berbagai negara di dunia. Ada yang melarang keras, ada juga yang membiarkan warganya hidup dari profesi tersebut.
Berbeda dengan negara-negara lain yang pekerja seks komersil (PSK)-nya bekerja dalam bayangan, tersembunyi dan rahasia. Australia membiarkan para pekerja seksualnya hidup bebas di bawah terangnya sinar mentari. Mereka bebas mengatakan kepada dunia bahwa inilah saya, pekerjaan saya dan bangga akan keberadaannya. Di Negeri Kangguru, penjaja seks bukan pekerjaan yang tabu, keluarga dan kerabat pun mendukung mereka.
Meski begitu, jumlah PSK di benua terkecil di dunia ini ternyata paling sedikit di dunia, yakni hanya sekira 1.000 orang. Dan baru ratusan orang yang berani mengumbar jati diri mereka ke publik melalui sosial media.
a�?Mahasiswi, pengacara bercita-cita tinggi, aktivis, anak perempuan, saudara perempuan, PSK. Itulah saya. Saya tidak perlu diselamatkan,a�? seru Tilly Lawless (21), pekerja tuna susila yang hendak menunjukkan sisi lain kehidupan para pelaku prostitusi. Sebagaimana dikutip dari BBC, Rabu (13/1/2016).
Pernyataan di atas dikeluarkan Lawless sebagai bentuk protes atas artikel majalah perempuan di Australia, Mamamia, yang menyatakan bahwa kehidupan PSK dalam dunia nyata jauh lebih buruk dari yang ada dalam film-film. Majalah itu mengutarakan, pekerja tuna susila dimanapun di dunia mendapat berbagai diskriminasi dan terancam kekerasan.
Legalisasi industri a�?cintaa�� di Persemakmuran Australia terinspirasi dari film Pretty Woman karya sutradara Garry Marshal pada tahun 1990. Film yang dibintangi selebritis papan atas di Hollywood Richard Gere dan Julia Roberts ini berkisah tentang romantika komedi yang dimaksudkan untuk menjadi kisah peringatan gelap tentang kelas dan pekerja seks di Los Angeles.
Lawless mengaku marah dengan semua pernyataan yang mengeneralisasikan kaum PSK. Ia sendiri sudah bekerja dalam bisnis a�?esek-eseka�� ini selama tiga tahun dan mengumbarnya ke publik sejak Februari 2015. Ia berdomisili di Sydney, negara bagian di Australia yang sudah melegalkan prostitusi.
Sebagai upaya melegalkan bisnis a�?kepuasana�� ini merata di seluruh negara bagian, aktivis perempuan yang satu ini juga mengajak orang-orang untuk aktif mengampanyekan hak-hak kaum wanita panggilan. Caranya dengan mengungkap jati diri mereka ke publik melalui media sosial.
a�?Saya memutuskan untuk mengunggah foto saya ke Instagram untuk menunjukkan sisi lain kehidupan seorang penjaja seks. Yaitu wajah perempuan muda yang secara sukarela memilih menjalani profesi a�?gelapa�� ini,a�? ujarnya.
Berangkat dari satu keberanian inilah, ratusan PSK lainnya mulai menikmati rasanya berjalan di bawah matahari tanpa jadi bayang-bayang lagi. Sama halnya dengan Lawless, mereka menampilkan betapa bahagia hidup mereka sebagai seorang PSK.
Madison Missina
a�?Itu (pernyataan dalam majalah Mamamia) bukan wajah kami, bukan pengalaman kami yang sebenarnya. Media massa itu hanya bersifat menyerang karena mereka menggunakan argumen perdagangan seks untuk membungkam suara kami, sementara secara bersamaan mereka juga membungkam suara korban yang benar-benar diperdagangkan,a�? kata Madison Missina, PSK sekaligus aktris Australia.
Di samping semua kebebasan yang diberikan pemerintah dengan melegalkan profesi a�?tabua�� ini, guna melindungi hak-hak mereka sebagai pekerja. Ternyata tidak semua negara bagian di Negeri Benua sudah memperoleh pengakuan yang sama.
Undang-undang prostitusi adalah tanggung jawab negara dan wilayah, kebijakannya bersifat luas dan bisa berbeda-beda. Ini semacam otonomi daerah yang dimandatkan pemerintah pusat kepada para pemimpin di negara bagiannya.
Hanya satu dari enam negara bagian di negeri tetangga sebelah selatan Indonesia ini yang bersikukuh tidak mengharamkan bisnis tersebut. Sementara wilayah lain, seperti Victoria, New South Wales, Queensland, Australia Barat dan Pulau Tasmania, serta dua territorial daratan utama, Teritorial Utara dan Teritorial Ibu Kota Australia (ACT) telah berkomitmen melindungi profesi PSK.
Menariknya, tiap negara bagian dan teritorial ini masih terbagi lagi dalam payung hukum yang berbeda. Di Victoria yang beribukotakan Melbourne, hukumnya diatur dalam UU PSK 1994, yang isinya melegalkan rumah-rumah bordil, namun melarang penjajaan seks jalanan dan perdagangan seks di bawah umur.
Lain lagi di NSW, prostitusi legal di bawah kebijakan perencenaan dewan lokal, yakni Summary Offences Act 1988 pasal 3 yang kemudian pada tahun 2007 diamandemen ke dalam UU Legislasi Rumah Bordil. Di negara bagian yang beribu kota di Sydney ini, mereka yang masih di bawah 18 tahun juga dilarang menjadi PSK.
Di Queensland yang beribu kota di Brisbane, rumah bordil dan mucikari diperbolehkan menurut UU Prostitusi 1999, yang diamandemen pada tahun 2010. Dengan adanya aturan ini, rumah-rumah bordil wajib mendaftar lisensi, supaya pemerintah setempat mampu mengontrol peredarannya. Prostitusi jalanan, rumah bordil abal-abal, panti pijat plus-plus dan telefon seks masih dilarang.
Bisnis prostitusi di West Australia dengan Ibu Kota Perth, diatur dalam UU Prostitusi Tahun 2000. Mencari uang dengan jalan menjual diri diperbolehkan, tetapi rumah bordil, menjajakan diri di ruang terbuka atau umum dan mucikari tergolong ilegal. Rumah bordil pada akhirnya diizinkan buka di luar pemukiman padat penduduk pada tahun 2011.
Dewan Kota Hubert, Tasmania termasuk yang mengizinkan industri seksual dijalankan di wilayahnya sejak tahun 2005. Namun rumah bordil dan berjualan diri di jalan dilarang. Demikian juga di ACT yang beribu kota di Canberra telah melegalkan prostitusi sejak 1992. Rumah bordil dan germo boleh-boleh saja asal mendaftarkan diri, dan pengelolanya haruslah dari kaum PSK itu sendiri.
Terakhir di Teritorial Utara yang berpusat di Darwin, rumah bordil dan menjajakan diri di ruang publik ilegal menurut UU Regulasi Prostitusi Tahun 2004. Namun demikian, mucikari dan PSK secara bebas berkeliaran, baik yang laki-laki maupun perempuan hingga transgender. Akan tetapi bagi agen seks besar, mereka diwajibkan mendaftar ke kepolisian di negara bagian Australia ini.
Sementara para PSK di South Australia hingga kini masih bergelut dengan aturan di wilayahnya. Diwartakan Al Jazeera, selama 20 tahun terakhir, telah ada 12 upaya reformasi, dengan hanya tujuh suara menembus parlemen. Lima lainnya, termasuk reformasi yang diperkenalkan tahun lalu oleh partai oposisi Partai Buruh Steph Key, terhenti oleh prosedur parlementer dan tidak pernah diperdebatkan kembali.
“Kadang-kadang orang hanya menyebut-nyebut soal kriminalisasi pembeli, namun pada kenyataannya, apa yang dimaksud dengan model pengkriminalisasian di sini merujuk kepada pihak-pihak yang diuntungkan dari pendapatan PSK, padahal mereka tidak terjun langsung dalam bisnis ini,” demikian penegasan Janelle Fawkes, CEO Aliansi Scarlet, organisasi PSK di Australia mengenai alasan pemerintah sering kali melarang rumah bordil meski PSK sudah dihargai.
EDITOR : HERMAN MANUA.