KAWANUAPOST.COM – LAYAKNYA di beberapa negara lain, persoalan prostitusi di Israel terbilang hal yang legal. Kendati demikian, eksistensi mucikari dan rumah-rumah bordil merupakan persoalan ilegal.
Hadirnya bisnis prostitusi di Israel ini dimulai setahun setelah Negeri Yahudi itu mendeklarasikan berdirinya negara Israel pada 1949.
Di bawah Prostitution and Abomination Act, pemerintah Israel melegalkan praktik jasa a�?esek-eseka�� dan bahkan, pemerintah Israel juga melegalkan prostitusi homoseksual pada 1954.
Pun begitu, prostitusi belum menjadi hal serius, sampai pada era 1990an, di mana Israel dibanjiri imigran dari Eropa Timur, seperti Ukraina, Moldova, Uzbekistan hingga dari Rusia sendiri.
Sejumlah Red-Light Districts juga bertebaran, seperti di Kota Tel Aviv dan Yerusalem. Rumah-rumah bordil dan sejumlah salon a�?plus-plusa�?, turut berdiri secara terselubung di beberapa area, seperti bekas terminal bus Neveh Shaa��anan dan area Hayarkon Street.
Kebanyakan dari mereka merupakan imigran dan anak dari para imigran. Mereka juga tak lepas dari hasil human trafficking (perdaganan manusia).
Saat ini, bahkan jaringan perdagangan manusia melibatkan para wanita dari Mesir dan China untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Biasanya, mereka yang a�?mangkala�� di bekas terminal bus Neveh Shaa��anan, mendapatkan 50 shekels (sekira Rp176 ribu) dalam sekali melayani pria hidung belang. Dalam sehari, rata-rata PSK bisa melayani hingga 30 pria!
Sisi lain prostitusi di Israel sangat berkaitan dengan narkoba. Terlebih, sejumlah red-light district itu juga merupakan sarang bandar dan pecandu narkoba. Tak sedikit para PSK yang juga kecanduan narkoba.
Disebutkan, sekira 60 hingga 90 persen PSK yang menjajakan diri di Neveh Shaa��anan, sudah pasti pecandu narkoba jenis heroin. Bahkan beberapa dari PSK itu, menjajakan diri hanya untuk membiayai kebutuhan mereka akan narkoba.
EDITOR : HERMAN M.