LONDON a�� KawanuaPost.com – Memiliki berat awal 158,6 gram atau 793 karat, berlian Koh-I-Noor pernah menjadi intan terbesar di dunia. Materi sumber daya paling berkilau seukuran telur ayam ini menjadi incaran para penguasa di seluruh jagat raya.
Sejak abad pertengahan, Koh-I-Noor yang berarti a�?gunung cahayaa�� diperebutkan oleh maharaja, shah, pangeran, bahkan para ratu di dunia. Hingga berlian babur ini sekarang tinggal pecahannya yang seberat 105,6 karat dan 21,6 gram. Kepemilikannya pun masih menjadi polemik.
Mengenai harganya, jangan pernah ditanya. Hal itu seperti kata Ratu Afghanistan Wufa Begum. a�?Jika seorang pria kuat melempar empat batu, satu ke utara, satu ke selatan, satu ke timur, satu ke barat, dan batu kelima ke udara, dan jika ruang di antara mereka itu harus diisi dengan emas, semua tetap tidak akan sebanding dengan nilai yang dimiliki Koh-I-Noor,a�? ucap istri dari Shah Shujah Durani tersebut, mengutip dari The Guardian, Jumat (19/2/2016).
Di tambang India pada tahun 1300-an, permata menakjubkan ini sering berpindah tangan. Bak batu bertuah yang tak habis dimakan zaman, Koh-I-Noor membawa kejayaan bagi pemiliknya, namun juga kutukan.
Sejak awal ditemukan di gua tambang Kollur (dekat kota modern Hyderabad, Telangana) milik Kerajaan Golkonda, cahayanya telah menyilaukan mata setiap insan yang melihatnya, tidak terkecuali para maharaja.
Masyarakat India percaya berlian ini diturunkan oleh Sang Surya atau Dewa Matahari sebagai hadiah untuk Bumi. Sementara umat Hindu meyakini permata seindah itu telah dicuri dari Dewa Khrisna saat tengah lelap tertidur. Kisah-kisah itu semuanya dihubungkan dengan perhiasan syamantaka yang terkenal berkekuatan supranatural dalam mitologi Hindu-India.
Sebagaimana dilansir dari Worthy, orang yang memiliki berlian Koh-I-Noor berhak menjadi penguasa dunia. Petuah inilah yang kemudian membuatnya menjadi berlian yang paling direbutkan bangsa-bangsa melalui perang berdarah.
Pemilik pertamanya ialah maharaja Golkonda dari Dinasti Kakatiya di India. Sampai pada keruntuhannya di 1323, berlian itu berpindah tangan ke Alauddin Khilji, penguasa kedua dari Dinasti Khilji, yang mendirikan Kesultanan Delhi di India. Dibantu jenderal perangnya, Malik Kafur, ia berhasil merebut permata agung tersebut.
Intan tersebut kemudian diwariskan turun-temurun. Lalu kehebatannya terdengar hingga Negeri Mongol. Kesultanan Delhi diacak-acak dan jatuhlah Koh-I-Noor ke genggaman Raja Babur pada 1526. Sekaligus, ia melahap Kerajaan India menjadi bagian dari Kerajaan Mughal atau Mongol (sekarang di Kabul, Afghanistan).
Sejak saat itu juga, berlian tersebut diklaim menjadi Batu Permata Babur dan dihijrahkan kepada keturunannya hingga Raja Kelima, Shah Jahan, yang dikenal sebagai pembangun Taj Mahal. Pada masa pemerintahan Shah Jahan (1628a��1658), kristal putih itu diletakkan sebagai hiasan pada dudukan berlian megah yang disebutnya Peacock Throne di Red Fort, Delhi.
Setelah Shah Jahan mangkat, kepemilikan Koh-I-Noor diambil oleh putra mahkotanya, Aurangazeb. Saat dipegang raja keenam Moghul inilah berlian terbesar di dunia itu terpecah tanpa sengaja oleh Hortenso Borgio, pemahat batuan berharga dari Venezia, menjadi 186 karat dengan berat 37,2 gram. Akibat kecorobohannya, raja pun berang dan mendendanya 10.000 rupee, jumlah yang sangat besar pada masa itu.
Singkat cerita, setelah runtuhnya Kerajaan India akibat kalah perang dari pasukan Persia, semua kekayaan India dirampas oleh Raja Nader Shah. Sampai pada 1747, ia dibunuh dan berlian itu jatuh ke tangan jenderalnya Ahmad Shah Durani yang kemudian mendirikan Kerajaan Emir di Afghanistan.
Durani sangat menyukai berlian itu dan menyimpannya sendiri selama bertahun-tahun, hingga suatu hari kerajaannya terpojok. Ia pun lari meminta bantuan ke Kerajaan India. Maharaja Ranjit Singh yang tahu bahwa berlian leluhurnya direbut Durani, bersedia bekerja sama dengan satu syarat yakni menyerahkan Koh-I-Noor.
Tentu saja Durani menolak, tapi ia tidak punya pilihan lain. Ia akhirnya sepakat setelah wajahnya dilempari sepatu maharaja dan diancam dibunuh.
Maharaja Ranjit Singh sebagai pemilik yang sah pun akhirnya wafat pada 1839. Sayangnya, tidak ada lagi pemimpin yang kuat untuk meneruskan takhtanya. India pun berakhir dalam penjajahan Inggris. Ditandai dengan berkibarnya Bendera Britania Raya di Lahore (sekarang kota terbesar kedua di Pakistan) pada 1849.
Foto: Veritenews
Di bawah kekuasaan Ratu Victoria, harta terpendam India Koh-I-Noor diboyong ke London dan hingga kini tersimpan apik menjadi koleksi perhiasaan yang gemilang memancar dari mahkota Ratu Elizabeth di Menara London.
Apakah ini akhir perjalanan Koh-I-Noor. Sayangnya, tidak ada yang tahu secara pasti. Akibat kerumitan kisahnya dan kesadaran dirinya, Ratu Victoria sempat menyimpan tanpa pernah memakainya. Sebab, ia merasa bersalah telah merampas benda berharga dari seorang anak kecil, Maharaja Duleep Singh, yang saat itu hanya berusia 10 tahun.
Dengan berat hati, raja cilik itu menyerahkan berlian tersebut sebagai hadiah pada 1849. Meskipun mengizinkan Koh-I-Noor menjadi milik Inggris, sampai akhir hayatnya, Duleep terus mengingat Victoria sebagai pencuri.
Selama beratus-ratus tahun sudah, Mountain of Light (julukan Koh-I-Noor) berada di bawah perlindungan Inggris. Meski begitu, seperti Duleep muda (Raja Pakistan terakhir), banyak negara yang pernah terlibat dengannya tak rela berlian itu menjadi milik Kerajaan Inggris.
Minggu lalu, pengacara berpengalaman di Inggris, Javed Iqbal Jaffry, menulis 786 surat kepada Ratu Elizabeth dan Pemerintah Pakistan untuk mengembalikan berlian tersebut ke negara asalnya, kepada pemilik sebenarnya. Usahanya tak sendiri dan bukan yang pertama, sebab banyak petisi serupa telah dilayangkan sebelumnya.
a�?Kesalahan akan tetap salah. Hal itu tidak akan menjadi kebenaran apalagi dibenarkan seiring berjalannya waktu, maupun terdapat persetujuan di tengahnya,a�? tegas Jaffry dalam suratnya.
Jadi, apakah Inggris adalah akhir dari perjalanan sang batu bertuah? Lalu jika harus dikembalikan, negara manakah yang pantas menggenggamnya? India, Afghanistan, atau Pakistan?
EDITOR : HERMAN MANUA.