KAWANUAPOST.COM – PASUKAN pemerintah Suriah berhasil merebut kota Palmyra dari tangan kelompok militan ISIS. Kelompok pimpinan Abu Bakr al Baghdadi itu merebut kota yang pernah menjadi jembatan peradaban Barat-Timur tersebut pada Mei 2015.
Sejarah mencatat Kota Palmyra adalah sebuah oasis yang terletak 215 timur laut Ibu Kota Suriah, Damaskus. a�?Kota ini merupakan jembatan antara Timur dan Barat dan merupakan wilayah paling barat dari Jalur Sutera. Tempat yang cukup simbolik dalam sejarah umat manusia,a�? ujar Direktur Museum di Rusia, Tigran Mkrtychev.
Kota kuno itu juga dikenal dengan nama Tadmor. Banyak juga yang mencatat bahwa nama resmi kota itu adalah Tadmor. Nama Palmyra diduga karena di wilayah tersebut banyak terdapat pohon palem. Ada juga yang menyebut Palmyra adalah terjemahan yang salah dari Tadmor.
Kota kuno ini masih pegang peranan penting hingga abad 19. Para pedagang sejak 300 Masehi sudah singgah ke Palmyra untuk beristirahat sebelum meneruskan perjalanan ke Mesopotamia dan Persia. Letaknya yang strategis membuat kota kuno ini dijajah bangsa Romawi di awal Masehi.
Para pedagang Tadmor memiliki kapal-kapal di perairan Italia dan mengendalikan jalur perdagangan India. Berkat perdagangan, Tadmor menjadi salah satu kota terkaya di Timur Dekat. Sejarawan Terrry Jones dan Alan Erieira menyebutkan bahwa orang Tadmor merupakan satu-satunya orang non-Romawi yang mampu hidup bersama-sama dengan orang Romawi tanpa terpengaruh menjadi Romawi
Tadmor menjadi bagian dari Provinsi Suriah Romawi pada masa pemerintahan Tiberius (14a��37 M). Kota ini secara perlahan-lahan tumbuh menjadi bagian penting dalam rute perdagangan yang menghubungkan Persia, India, China, dan Kekaisaran Romawi. Pada 129 M, Kaisar Romawi, Hadrianus, mengunjungi Tadmur dan begitu terpesona sehingga ia menyatakannya sebagai kota bebas dan menamainya Palmyra Hadriana.
Palmyra ditaklukkan oleh pasukan Arab Muslim pada 634 Masehi di bawah Khalid bin Walid. Kota dibiarkan utuh meski ditaklukkan lewat perang. Meski berganti-ganti penguasa dan hancur karena perang, kota Palmyra tetap mampu memulihkan diri dengan cepat.
Tigran Mkrtychev mendesak komunitas internasional untuk segera menggalang dana demi merestorasi monumen yang dihancurkan oleh ISIS. Tercatat, Kuil Bel dan Gerbang Palmyra dihancurkan selama masa penjajahan ISIS karena dianggap bertentangan dengan syariat Islam.
a�?Jika kita melakukan pendekatan strategis terhadap isu ini dan membuat monumen itu jadi sebuah konsolidasi antara Timur dan Barat, Palmyra akan menjadi brand yang menyatukan peradaban Timur-Barat sekali lagi untuk beberapa generasi mendatang,a�? imbuh Mkrtychev.
Secara khusus Mkrtychev meminta Badan PBB, UNESCO, untuk lebih peduli pada pembangunan kembali Palmyra. Gayung bersambut. Kepala Unit Respon Darurat UNESCO, Giovanni Boccardi, mengatakan amat penting untuk menghargai artifak-artifak budaya Palmyra.
a�?Palmyra masuk dalam daftar warisan budaya dunia. Palmyra adalah situs dari nilai-nilai universal yang luar biasa dan milik seluruh umat manusia. Adalah tanggung jawab bersama dari masyarakat internasional untuk membantu Suriah memulihkan situs berharga itu,a�? ujar Boccardi.
Salah satu situs berharga yang dihancurkan ISIS, yakni Kuil Bel. Sudah berusia lebih dari 2000 tahun. Kuil itu juga dijuluki sebagai Permata Gurun.Satu lagi yang dihancurkan adalah Gerbang Palmyra yang diledakkan.
Sedang bekas gedung pertunjukan di masa Romawi dijadikan sebagai lokasi eksekusi mati tawanan ISIS.
Selain itu, Museum Palmyra juga diporak-porandakan oleh ISIS. Kelompok militan itu menjarah sekaligus menghancurkan beberapa artifak yang disimpan dalam museum.
Patut dinanti keseriusan usaha dunia internasional untuk memulihkan kembali Palmyra di samping puja-puji yang diberikan kepada pasukan Suriah.
EDITOR : HERMAN MANUA.