Pertahanan Terakhir Warga Yazidi Melawan ISIS

irak..

 

BAGHDAD, Kawanuapost.COM — Setelah terusir dari Sinjar oleh kaum militan ISIS, warga minoritas Yazidi berkumpul di tempat suci mereka dan mempersiapkan diri untuk meninggalkan Irak selamanya.

Saat mereka berkumpul di tempat suci mereka pada Selasa (12/8/2014) sore, warga Yazidi kota Sinjar yang selamat punya satu topik pembicaraan, yaitu bagaimana keluar dari Irak, meninggalkan tanah air dan kuil-kuil mereka untuk selama-lamanya.

“Orang-orang Arab ini ada di sebelah barat, timur, dan selatan kami,” kata Sardar Barpiri (35 tahun), pengungsi yang lari dari teror militan Negara Islam atau yang selama ini dikenal dengan nama ISIS. Barpiri kini berlindung di lorong gelap kuil suci Yazidi, Kuil Sheikh Adi. “Mereka membunuh kami, kami semua. Apakah itu Islam atau apa pun, mereka hanya ingin membunuh kami.”

“Kami tidak akan pernah pulang ke rumah,” kata Firaz Falas. “Apakah itu berarti (kami) akan pergi ke Inggris, Jerman, Amerika, atau di mana pun, kami tidak akan kembali. Kami menjadi sasaran karena agama kami. Tak ada lagi yang bisa dikatakan.”

Warga minoritas Yazidi sudah tinggal di daerah berbukit-bukit tandus itu selama beberapa generasi. Namun, setelah pengusiran mereka dari Sinjar ke arah barat, yang merupakan pusat terbesar populasi mereka, kuil itu tampaknya merupakan pertahanan terakhir.

Sekitar seratus anggota milisi lokal yang bersenjata seadanya menjaga Kuil Sheikh Adi dari kemungkinan serangan kaum militan ISIS yang berada beberapa mil jauhnya, di dataran di bawah. Kaum militan itu menyerbu Sinjar sepuluh hari lalu, membuat orang-orang yang lolos dari pembunuhan lari ke pegunungan dalam kondisi kelaparan.

Kini warga Yazidi takut bahwa Lalish, tempat di mana terdapat kuil Yazidi yang oleh ISIS dinilai sebagai kuil kafir yang harus dihancurkan, menjadi target berikutnya. Para pengungsi itu tahu dari pengalamannya apa yang bakal terjadi.

Dakhil Sedo Khero (35 tahun) melarikan diri ke kuil di dekat tempatnya, Sheikh Amadin, bersama keluarganya ketika ia melihat kaum militan ISIS menyerbu desa. Melalui teropongnya, ia melihat militan mendirikan pos pemeriksaan di jalan di bawah. “Mereka menghentikan sejumlah keluarga di pos pemeriksaan itu,” katanya. “Militan ISIS menempatkan keluarga-keluarga itu di sisi jalan dan menembak mereka, satu demi satu. Lalu, saya melihat sesuatu yang lain. Kaum militan membawa buldoser dan menggali kuburan, dan meletakkan mayat-mayat itu di sana.”

Khero bersembunyi di kuil dan kemudian melarikan diri ke gunung di arah yang berlawanan dari kaum militan, melewati posisi mereka selama dua hari. Kemudian, dalam pelariannya, ia bersembunyi di kuil lain, sampai kuil itu juga diserang ISIS.

Dia, istrinya, tujuh anak mereka, dan 40 anggota lain dari keluarga besarnya, berlari lagi, ke gunung, sementara jet-jet Irak mengebom posisi kaum militan hingga mereka akhirnya bergabung dengan ribuan warga Yazidi yang lari melalui Suriah kembali ke “tempat aman” Kurdistan.

Warga Yazidi telah dianiaya di Turki dan Suriah. Pada masa Saddam Hussein di Irak, warga Yazidi menjadi warga kelas bawah miskin di salah satu wilayah yang paling tandus dari negara itu. Keyakinan mereka, yang menjunjung sosok Malek Tawus, “Peacock Angel”, yang diidentifikasi umat Islam sebagai setan, telah membuat mereka laksana hantu bagi tetangga mereka selama bertahun-tahun.

Agresor mereka sekarang ini hanyalah yang paling kejam dari musuh-musuh mereka.

Lalish terletak di atas kota Shekhan, pusat terbesar kedua populasi Yazidi saat ini setelah Sinjar. Pekan lalu, setelah melarikan diri dari Sinjar, puluhan ribu orang melarikan diri ke Shekhan. Dua hari kemudian mereka pergi dari sana, bersama banyak penduduk asli, setelah rumor beredar di kota itu bahwa ISIS sedang dalam perjalanan. Dalam peristiwa itu, mereka berhenti, atau tertahan, di kaki pegunungan. Beberapa orang kembali ke kota.

Di puncak gunung itu, 200 keluarga telah mengungsi, kata pendeta yang bertanggung jawab di sana, Baba Chawish. Ia mengatakan, anak-anak mereka yang berpakaian warna-warni berkerumun di satu-satunya jalan di Lalish.

Pendeta Chawish mengatakan, ia takkan pernah meninggalkan tempat itu. “Kami sebuah agama, kami tidak ingin melawan siapa pun,” katanya. “Mengapa mereka membunuh kami? Namun, saya tidak akan pernah pergi dari sini. Ini rumah saya, ini bagi kami seperti Mekkah bagi orang Muslim. Sinjar jauh dari sini, dan saya akan tinggal.”

Dalam kuil itu kaum perempuan datang dan pergi, menangis dan melakukan ritual Yazidi.

“Kami orang-orang kecil,” kata Khero. “Kami tidak punya tentara untuk melindungi kami, tidak ada senjata. Kami ingin Anda lindungi kami, di Inggris dan Amerika. Namun, kami berpikir kami ingin meninggalkan negeri ini.”(kpc)

Tinggalkan Balasan