MANADO, Kawanuapost.com – Focus Group Discusison (FGD) menggelar diskusi bertajuk ekonomi guna membahas potensi sumber daya alam kelautan di Sulut. Diskusi ini diselenggarakan di Restoran City Extra Kalasey, Sabtu (9/8). Sementara tema aktual yang diangkat yakni ”Pengembangan Ekonomi Maritim Dalam Rangka Tahun Emas Sulawesi Utara”.
FGD menghadirkan Gubernur Sulawesi Utara DR. Sinyo Harry Sarundajang, Wakil Gubernur Sulawesi Utara DR. Djouhari Kansil, MPd, Rektor Unsrat Prof. DR. Ir. Ellen Kumaat, Kepala PerwakilanBank Indonesia di Sulawesi Utara, Para Guru Besar Universitas Samratulangi dan Pakar di Bidang Ekonomi, Perikanan, Kelautan, Pertanian dan Hukum, insan pers dan para Kepala SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Dalam kesempatan tersebut Sarundajang menyatakan bahwa Indonesia perlu mendorong masuknya investasi di sektor kelautan dan perikanan yang bernafaskan konsep “blue economy” agar menciptakan produksi komoditas kelautan dan perikanan yang berkualitas dan berkelanjutan, keberhasilan industrialisasi kelautan dan perikanan yang menerapkan konsep ekonomi biru diyakini bisa mencapai ketahanan pangan dan mensejahterakan yang mendorong peran swasta dalam pembangunan ekonomi pro lingkungan melalui pengembangan bisnis dan investasi inovatif dan kreatif.
“Masa depan kita berada di lautan, pesisir dan kepulauan. Karena itu jaga potensi sumber sumber daya ikan, rumput laut, udang serta produk lainnya dari laut,” tandas Sarundajang.
Sarundajang mengatakan, mengelola produksi perikanan bukan hanya sekedar menangkap ikan, tapi bagaimana industri pengelolaan memanfaatkan teknologi, sehingga menghasilkan produk berkualitas dan siap ekspor. Wilayah Indonesia mencapai 5.193.252 Km2 yang terdiri atas 1.890.754 Km2 luas daratan dan 3.302.498 km2 luas lautan atau luas daratan hanya sekitar 1/3 (satu pertiga) dari luas seluruh Indonesia. Sedangkan 2/3 (dua pertiga) berupa lautan. Kenyataannya, sampai saat ini, kita masih lebih mengandalkan sumber daya alam di darat ketimbang di laut.
Pemikiran ekonomi biru yang lebih berkonsentrasi pada sektor perikanan dan kelautan sebenarnya sudah berkembang sejak era 1990-an, namun masih sebatas kajian akademis. Oleh karena itu perlu upaya dan pendekatan dalam memperkenalkan konsep ini agar menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Suatu konsep yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumber daya serta lingkungan pesisir dan lautan. Model pendekatannya tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan berlebihan. Konsep ekonomi biru dikembangkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem ekonomi dunia cenderung ekploitatif dan merusak lingkungan. Artinya, konsep ini merupakan penyempurnaan sekaligus perkayaan ekonomi hijau dengan semboyan “Blue Sky-Blue Ocean”. Ekonomi tumbuh, rakyat sejahtera, langit dan laut tetap biru.
Bagi mantan Irjen Departemen Dalam Negeri ini, daerah “nyiur melambai”, sebutan Provinsi Sulawesi Utara memiliki pesisir dan laut yang luas, dan tiga kabupaten daerah kepulauan (Kepulauan Sitaro, Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud) menyediakan potensi dan keanekaragaman hayati sektor kelautan sangat besar.
“Potensi yang cukup besar ini belum diekspolarasi dengan baik sebagaimana seharusnya. Padahal bila dikelola dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Prof. DR. Paulus Kindangen pakar ekonomi, menyatakan perlunya suatu studi/peneliaan yang mendalam tentang potensi Kelautan di Sulawesi Utara, mengungkapkan hal-hal yang belum terungkap, kemudian hasil penelitian tersebut dapat dijadikan rekomendasi dalam pengambilan keputusan agar kita mampu membangun Ekonomi Maritim yang lebih kuat.
DR. Tommy Poputra, pakar ekonomi, menyatakan perlu value added (nilai tambah) dalam pengembangan industri berbasiskan kelautan dan perlu pembangunan industri perkapalan di Sulawesi Utara, disamping itu perlu ketersediaan listrik yang memadai di daerah ini, karena keterbatasan listrik sangat berpengaruh terhadap minat investor menanamkan investasi di daerah ini.
Freddy Roeroe salah seorang wartawan senior menyatakan agar perlu memperhatikan efisiensi dan efektifitas jalur dan jarak perdagangan, baik di dalam daerah maupun diluar daerah.
Sementar,a Prof. DR. Ir. Charles Keppel, pakar perikanan dan kelauatan, menyatakan perlu konsep cluster dalam memasarkan komoditi hasil perikanan dan kelauatan, perlu konsep industri dalam meningkatkan daya saing komoditas perikanan dan kelautan dengan memperhatikan sumberdaya alam yang berbasis industri, kewirausahaan, konsultan dan tenaga kerja industri, perlu memperhatikan konsep kawasan minapolitan, perlu dukungan Kawasan Ekonomi Khusus dan perlu konektivitas logistik dalam menunjang ekonomi biru ini.
DR. Joubert Maramis, pakar Ekonomi Bisnis, perlu ada master plan yang dituangkan dalam rencana aksi daerah agar Ekonomi Biru ini dapat terimplementasi dengan baik.
DR. Herdy Worang, pakar Ekonomi Bisnis, menyatakan perlu pemanfaatan jalur tranportasi laut, perlu pemanfaatan pulau-pulau yang tidak berpenghuni dan perlu Blue Ocean Governance.
Sedangkan DR. James Massie, pakar pertanian, menyatakan bahwa dengan konsep blue economy bagaimana kita menciptakan cash flow yang baru, perlu industri yang ramah lingkungan, perlu sinergitas antara top down dan bottom up dalam kebijakan sehingga mampu diimplementasikan, pemerintah daerah perlu memfasilitasi penelian-penelitian terutama yang bersifat inovatif serta perlu menciptakan pelaku-pelaku bisnis baru dengan mendapatkan pelatihan dan bantuan pemerintah.
Prof. DR. Ronald Mawuntu, pakar hukum, harus memperhatikan aspek hukum perdagangan dalam perjanjian kerjasama dengan sesama pemerintah, investor dalam negeri maupun luar negeri, serta harus memperhatikan prinsip-prinsip arbitrase dalam perjanjian tersebut.
DR. Bode Lumanauw, pakar ekonomi bisnis, bagaimana mengimplementasikan dan bagaimana kebijakan yang perlu diambil agar blue economy ini dapat dilaksanakan.
DR. Ridwan Lasabuda, pakar perikanan dan kelautan, menyatakan bahwa perlu memperhatikan pulau-pulau terluar di Sulut, dan perlu sinergitas antara para pengusaha, masyarakat dan pemerintah. (*/Humas)