MANADO, Kawanuapost.com – Peran pers dalam membentengi dan penjaga kewarasan demokrasi serta mengedukasi masyarakat dinilai sangat penting, apalagi jika berada di tengah beragam dinamika politik, semisal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.
Demikian disampaikan Taufik Manuel Tumbelaka, salah satu narasumber pada kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Utara bersama Jurnalis Independen Pemprov Sulut (JIPS) di Hotel Four Point Manado, Rabu (20/11/2024).
Menurut Taufik Tumbelaka, beragam dinamika politik dalam hajatan Pemilu, terlebih Pemilukada 2024, maka peran pers sangat strategis.
“Peran Pers sangat strategis, tentunya disebabkan posisi Pers sebagai Four Estate atau pilar keempat dapat secara signifikan mempengaruhi terciptanya demokrasi yang berkualitas,” kata Tumbelaka.
Selain itu, tambah Tumbelaka, dalam situasi tersebut, secara otomatis Pers berhadapan dengan tingginya ekspektasi publik.
“Dan itu wajar dikarenakan Pers dianggap juga sebagai Penjaga Kewarasan Demokrasi,” tegas Tumbelaka.
Pengamat Pemerintahan dan Politik Sulawesi Utara inipun menilai Pemilukada Serentak tahun 2024 memang akan menjadi ujian berat bagi kualitas demokrasi, termasuk Pers.
“Karena sebelumnya, belum pernah ada hajatan demokrasi seperti sekarang, dimana di setiap wilayah, tanpa kecuali akan terlibat secara emosional,” ujarnya.
Untuk Pemilukada 2024 di Indonesia, ada 545 Propinsi, Kabupaten / Kota yang akan melaksanakan Pemilukada Serentak, yakni 37 Propinsi, 415 Kabupaten dan 93 Kota.
Sementara di Sulut, Pemilukada Serentak ada 16, dengan rincian 1 Pilgub, 11 Pilbup dan 4 Pilwako.
Selain itu, Tumbelaka menjelaskan peran Pers dalam dinamika politik dan demokrasi.
Ia memaparkan bahwa pers salah satu pilar penting sebagai penjaga kewarasan demokrasi. Selain Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, maka era modern demokrasi mengenal Pers sebagai Pilar ke empat atau secara internasional disebut Four Estate.
“Dunia seakan menyadari posisi dan peran Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif seakan meninggalkan ruang kosong yang berpotensi melemahkan atau memberi celah kelemahan. Untuk itu Pers dianggap salah satu pihak yang sangat tepat mengisi ruang kosong itu sebagai upaya penguatan Demokrasi,” imbuhnya.
Dia menyebut dalam perjalanannya, Pers beberapa kali menunjukan peran yang dianggap fenomenal.
Salah satu terjadi di Amerika Serikat, yaitu tentang Skandal Watergate. Suatu skandal politik sekitar tahun 1972 – 1974 yang menyebabkan mundurnya Presiden Richard Nixon.
Kejadian ini berawal dari investigasi wartawan Carl Bernstein dan Robert Woodward dari harian The Washington Post. Untuk Indonesia, posisi Pers semakin menguat, teruatama pasca tahun 1998.
Pers yang dianggap sebagai ”Anjing Penjaga” Demokrasi, biasa disebut ”Watchdog” membuat posisi Pers sangat kuat dan untuk itu otomatis berhadapan dengan tingginya ekspektasi publik kepada Insan Pers.
“Untuk penguatan atau tepatnya penghormatan yang tinggi terhadap Pers di Indonesia, maka tidak lama pasca Reformasi tahun 1998, dilahirkan Undang- undang (UU) terkait Pers pada tahun 1999,” imbuhnya.
Di akhir pemaparan, Tumbelaka berharap, peran Pers teruslah dijalankan dengan penuh tanggungjawab untuk mengawal, menjaga dan merawat demokrasi agar tetap utuh dalam setiap hajatan politik.