Manado.Kawanuapost – Wakil Ketua Bapemperda DPRD Sulut, Melky Pangemanan mengatakan dari pengamatan hasil di lapangan kabupaten kota masih lalai mengelola sampah plastik.
Hal itu diungkapkannya, saat pembahasan Peraturan Daerah (Perda) Pengendalian Sampah Plastik, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut) bersama bersama tim ahli dan stakeholder, khususnya perusahaan air minum kemasan, Senin (3/4) di ruang rapat Komisi I DPRD Sulut.
“Saat kami turun lapangan, didapati kabupaten/kota masih lalai mengelola sampah yang sulit terurai ini,” ungkapnya.
Dia menambahkan, pihaknya sudah melakukan kunjungan ke kabupaten/kota. Mereka juga mengapresiasi upaya pembentukan regulasi ini, tapi dalam wilayah koordinatif saja antara provinsi maupun kabupaten kota.
“Masalah plastik menjadi krusial di kota Bitung. Itu karena maklum banyak perusahaan industri tapi pengelolaan mereka lebih mandiri. Bahkan perusahaan-perusahaan yang lebih banyak mengedukasi ke masyarakat ketimbang birokrasi,” tutur legislator daerah pemilihan (Dapil) Bitung-Minut ini.
Ketika pihaknya mengunjungi PT Tirta Investama di Airmadidi, ada 1,2 ton mereka kumpulkan yang belum dipastikan dari sejak beberapa bulan. Langkah ini dilakukan oleh karena ada kebijakan pemerintah pusat. Makanya perusahaan sudah membuat tempat sampah sendiri. Ini dikelola pihak perusahaan dan tidak membebani pemerintah supaya akhirnya tidak menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
“Makanya ini domainnya ada di kabupaten/kota memang ada wilayah. Minta maaf, ada kabupaten/kota agak abai pengelolaan. Ini ke depan kita tidak tahu perekonomian mungkin akan semakin pesat, akan ada pengaruh apa. Contoh di Bolmong, hampir setiap bulan 55 sampai 60 ton sampah plastik. Maka diharapakan diterjemahkan yang baik dari pemerintah daerah. Sosialisasi harus lebih masif, harus diaplikasikan ke kabupaten kota. Tidak memandang dia warna politik apa karena ini rohnya mengendalikan sampah plastik,” kata politisi dari PSI ini dengan tegas.
Dari pihak Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), Rachmat H mengemukakan, industri air dalam kemasan dari minuman ringan memang menggunakan plastik. Hanya saja, konsumsi plastik Indonesia, 20 kilogram per kapita per tahun.
“Di luar negeri seperti Malaysia dan lainnya mirip dengan kita itu 45 kilogram per tahun. Di Jerman konsumsi mereka di atas 100 kilogram. Namun, masalah sampah di Indonesia kita temukan di mana-mana karena tidak terkelola. Tidak dibuang dengan benar dan baik. Di sana begitu banjir di Jepang, airnya bening karna sampahnya dibuang dengan baik. Penyakit kita adalah sampah yang tidak dikelola. Tapi yang lain itu (negara lain, red) tidak penyakitan seperti kita,” imbuhnya.(CR)