JAKARTA – MediaManado.com – Kabar penggunaan anggaran fantastis senilai Rp140 miliar oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk mengelola website revolusimental.go.id terus menuai kontroversi. Mengingat penggunaan anggaran yang dianggap berlebihan itu dianggap tak sejalan dengan makna revolusi mental.
“Memalukan. Seharusnya sebelum di-launching besar-besaran di ujicoba dulu,” kata pengamat politik Hendri Satrio saat berbincang dengan Wartawan, Kamis (27/8/2015).
Hendri mengatakan, peristiwa tersebut menandakan kampanye revolusi mental yang digemborkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hanya sebatas jargon dan tidak serius. Dirinya pun menilai revolusi mental saat ini sudah bukan menjadi prioritas pemerintah.
“Revolusi mental dianggap sama dengan proyek pragmatis asal ada tanpa tujuan serta visi misi yang jelas,” ujarnya.
Hendri turut berkomentar terkait dibajaknya website tersebut. Kata dia, kalau memang website tersebut dibuat serius tentunya tak akan mudah dibajak. Dirinya pun meminta untuk tidak mencari ‘kambing hitam’ karena mustahil pemerintah tidak bisa mencari vendor yang mumpuni. Lagipula apa untungnya membajak website tersebut.
“Sebaiknya berhenti cari ‘kambing hitam’, segera perbaiki dan luncurkan implementasi yang serius. Ayo kerja!,” tuturnya.
Pihak Kemenko PMK sendiri menyatakan, kalau website revolusimental.go.id tidak bisa diakses lantaran dibajak orang tak bertanggungjawab. Begitu juga dengan anggaran ratusan miliar yang ramai diperbincangkan netizen juga dibantah Asisten Deputi V Kebudayaan Kemenko PMK, Herbin Manihuruk, kalau anggaran yang digelontorkan untuk website tidak mencapai ratusan miliar.
Kata dia, kementerian pimpinan Puan Maharani itu hanya keluarkan anggaran Rp20 juta untuk pembuatan website.
“Tentunya bukan termasuk server ya. Dan biaya pengelolaan hingga Desember itu enggak lebih dari Rp200 juta. Itu termasuk pembuatan dan pengelolaan,” ujarnya.
EDITOR : HERMAN. M.
JAKARTA – MediaManado.com – Kabar penggunaan anggaran fantastis senilai Rp140 miliar oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk mengelola website revolusimental.go.id terus menuai kontroversi. Mengingat penggunaan anggaran yang dianggap berlebihan itu dianggap tak sejalan dengan makna revolusi mental.
“Memalukan. Seharusnya sebelum di-launching besar-besaran di ujicoba dulu,” kata pengamat politik Hendri Satrio saat berbincang dengan Wartawan, Kamis (27/8/2015).
Hendri mengatakan, peristiwa tersebut menandakan kampanye revolusi mental yang digemborkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hanya sebatas jargon dan tidak serius. Dirinya pun menilai revolusi mental saat ini sudah bukan menjadi prioritas pemerintah.
“Revolusi mental dianggap sama dengan proyek pragmatis asal ada tanpa tujuan serta visi misi yang jelas,” ujarnya.
Hendri turut berkomentar terkait dibajaknya website tersebut. Kata dia, kalau memang website tersebut dibuat serius tentunya tak akan mudah dibajak. Dirinya pun meminta untuk tidak mencari ‘kambing hitam’ karena mustahil pemerintah tidak bisa mencari vendor yang mumpuni. Lagipula apa untungnya membajak website tersebut.
“Sebaiknya berhenti cari ‘kambing hitam’, segera perbaiki dan luncurkan implementasi yang serius. Ayo kerja!,” tuturnya.
Pihak Kemenko PMK sendiri menyatakan, kalau website revolusimental.go.id tidak bisa diakses lantaran dibajak orang tak bertanggungjawab. Begitu juga dengan anggaran ratusan miliar yang ramai diperbincangkan netizen juga dibantah Asisten Deputi V Kebudayaan Kemenko PMK, Herbin Manihuruk, kalau anggaran yang digelontorkan untuk website tidak mencapai ratusan miliar.
Kata dia, kementerian pimpinan Puan Maharani itu hanya keluarkan anggaran Rp20 juta untuk pembuatan website.
“Tentunya bukan termasuk server ya. Dan biaya pengelolaan hingga Desember itu enggak lebih dari Rp200 juta. Itu termasuk pembuatan dan pengelolaan,” ujarnya.
EDITOR : HERMAN. M.