SEMARANG – KawanuaPost.com – Mantan Ketua IT Kepresidenan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Pratama D. Persadha, memuji langkah pemerintah membentuk Badan Cyber Nasional (BCN).
Menurut Pratama, Indonesia memang sudah saatnya mempunyai sebuah lembaga yang mampu melindungi informasi-informasi strategis negara.
“Itu langkah yang cukup maju. Harus segera dilaksanakan. Tapi ingat, jangan hanya bagi-bagi jabatan. Karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan,” kata dia usai mengisi kuliah umum Indonesia Darurat Cyber di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Menurut Pratama, ada tiga aspek yang harus dimiliki BCN dalam melindungi informasi strategis negara. “Yang harus dilaksanakan, pertama, buat struktur yang bagus, kedua, teknologi yang mumpuni, ketiga, SDM yang kuat untuk mengawaki Badan Cyber Nasional itu,” tegas Pratama.
Sebagai mantan Ketua IT Kepresidenan era SBY, Pratama menyadari setiap hari diserang ribuan hacker-hacker (pembajak) yang ingin mencuri informasi strategis nasional. Yang lebih parah, kata Pratama, hampir semua pejabat negara secara tidak sadar telah menggadaikan informasi strategis negara ke pihak luar.
“Indonesia ini selama ini menjadi bulan-bulanan. Kurang sadarnya masalah ini yang menyebabkan kita menggadaikan masalah informasi strategis negara. Kan lucu, pejabat menyimpan informasi-informasi strategis karena menggunakan fasilitas gratisan,” tambahnya.
Yang dimaksud Pratama soal fasilitas gratisan ini, merujuk pada fasilitas penyimpanan yang disediakan Google, Yahoo, Facebook, Twitter, dan perusahaan IT yang berbasis di luar negeri.
“Bayangkan, Paspampres menggunakan e-mail Yahoo untuk bertukar informasi penting kepresidenan. Padahal kita semua tahu semua provider seperti Yahoo, Google, Facebook, Twitter sudah dimonitor oleh NSA. Itu artinya informasi kita sudah dikuasai Amerika Serikat,” ungkap Pratama lagi.
Pria yang menjabat sebagai Founder Communication & Information System Security Reseach Center (CISSReC) ini, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan posisi tawar Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan cyber luar negeri.
“Pemerintah harus aware memperhatikan posisi tawar. Pelayanan informasi dari pihak luar, Facebook, Blackberry, Twitter, mereka harus bikin di sini, dong. Supaya bisa kita kontrol,” ungkap Pratama.
EDITOR : HERMAN. M.