KAWANUAPOST.COM – KEJADIAN di rumah Jenderal Abdoel Haris Nasution turut merembet ke rumah Wakil Perdana Menteri II, Dr. Johannes Leimena yang bertetangga dengan Nasution. Leimena pun turut didatangi gerombolan Tjakrabirawa pada suatu subuh, 1 Oktober 1965.
Kala itu, seorang pengawal polisi, Bripka Karel Satsuit Tubun (KS Tubun) merupakan petugas jaga di rumah Leimena.
Ketika para pengawal lain sudah dilumpuhkan, KS Tubun mencoba melawan. Sayang, tembakannya meleset, sementara rentetetan balasan menembus tubuhnya. KS Tubun saat itu juga tewas di tempat.
Bengisnya PKI dan gerombolan ekstrem kiri tak hanya menerjang Ibu Kota Jakarta. Yogyakarta dan sekitarnya turut jadi target daerah penguasaan pada 30 September-1 Oktober 1965.
Kolonel Katamso Dharmokoesoemo, Komandan Korem 072 dari Kodam Diponegoro, serta Letkol Soegijono, turut jadi korban keberingasan PKI yang menyiksa keduanya hingga di luar batas kemampuan manusia, bersama 11 perwira TNI AD lainnya.
Dalam buku ‘Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia’, Katamso dan Soegijono diculik dari kediamannya ke Kompleks Batalion L di Desa Kentungan, Yogyakarta.
Keduanya disiksa dan dibunuh dengan keji, di mana Katamso sendiri dihabisi dengan dipukul kepalanya hingga pecah dengan tangkai mortir.
Katamso jadi musuh PKI lantaran sebelumnya aktif membina Resimen Mahasiswa (Menwa) untuk bisa siap menghadapi ancaman PKI yang kian memanas.
Tidak hanya Katamso dan Soegijono yang jadi korban. Tercatat, ada belasan perwira lainnya dari Kodam Diponegoro macam Kolonel Marjono, Kolonel Sukardi, Letkol Idris, Mayor Suherman, Mayor Karsidi, Mayor Kartawi, Mayor Muljono dan Mayor Subadhi.
Di Kota Solo, Komandan Brigade VI, Kolonel Azahari, Kastaf Brigade VI Letkol Parwoto, Dandim 0735 Letkol Ezi Soeharto, Kastaf Kodim 0735 Mayor Soeparjan, serta Danyon M, Mayor Darso juga jadi korban Gestapu.
EDITOR : HERMAN MANUA.