JAKARTA a�� KawanuaPost.com – Hari pers nasional yang jatuh pada hari ini, Selasa 9 Februari 2016 masih diwarnai berbagai catatan. Merujuk temuan Reporters Without Borders pada tahun 2015, Indonesia berada di peringkat 138 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers. Posisi yang jauh lebih rendah dibanding Timor Leste, Brunei Darusalam, juga Thailand yang sedang dikuasai rezim militer.
“Dalam isu kebebasan pers, kebebasan pers kita mungkin terlihat baik-baik saja. Tapi ternyata tidak. Tapi indeks kebebasan pers kita peringkat 138 dari 180 negara. Ini artinya, ancaman terhadap pekerjaan sebagai jurnalis masih banyak,” ujar pengamat pers, Wisnu Prasetya Utomo kepada wartawan.
Peneliti Lembaga Remotivi itu menambahkan, LBH Pers juga mencatat, sepanjang 2015 terdapat 47 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Selain itu, kriminalisasi terhadap narasumber media juga masih kerap terjadi di Indonesia.
“Tentu saja angka (47 kasus) ini tidak mutlak karena tidak menutup kemungkinan kekerasan yang tidak terekspos melebihi jumlah ini. Lalu kriminalisasi terhadap narsum, ini berbahaya bagi demokrasi. Tahun lalu beberapa aktivis dikriminalisasi karena komentarnya di media. Padahal UU Pers melindungi kebebasan pers,” sebutnya.
Sementara itu, terjadi gelombang penutupan surat kabar yang lantaran digulung persoalan ekonomi seperti Sinar Harapan, Jakarta Globe, Harian Bola.
Untuk media online, Wisnu meminta agar insan pers lebih memerhatikan etika pemberitaan. Dalam pemberitaan terorisme misalnya, ia menganggap masih banyak berita yang simpang siur dan justru mengaburkan informasi.
“Ini bahaya, juga misalnya dalam kasus pembunuhan karena kopi kemarin, sebagian media online mengarahkan seolah pelaku sudah dilakukan oleh satu orang. Ini tidak elok secara etika, istilahnya trial by the press karena tidak menghormati privasi seseorang dan justru melakukan penghakiman,” tukasnya.
EDITOR : HERMAN MANUA.