Jati Diri Pers Jangan Memposisikan Seperti Medsos!

Foto : Ilustrasi.
Foto : Ilustrasi.

JAKARTA a�� KawanuaPost.com – Peringatan hari pers nasional (HPN) yang jatuh pada Selasa 9 Februari 2016, dianggap sebagai momentum untuk peningkatan pers yang lebih profesional. Kepala Bagian Pengaduan Dewan Pers, Imam Wahyudi mengingatkan agar media tidak terkesan menghakimi dan menekankan prinsip verifikasi.

“Media cyber tidak berimbang karena tidak mengedepankan verifikasi. Kita harapkan pers semakin profesional dengan mengikuti standar dengan kode etik,” ujar Imam kepada wartawan, di Jakarta.

Insan pers dimintanya untuk tidak memposisikan diri layaknya media sosial yang menyebar informasi tanpa verifikasi. Terlebih yang membedakan pers dengan media sosial ialah adanya kaidah jurnalistik yang telah diatur sejak lama.

“Jangan sampai pers memposisikan harus seperti media sosial yang bisa menyebar tanpa verifikasi. Karena hal yang membedakan dengan medsos ialah yang diproduksi pers harus mengikuti kaidah jurnbalistik,” ungkapnya.

Imam mencontohkan dalam kasus antara developer perumahan dengan para penghuninya di sebuah wilayah di Surabaya, Jawa Timur. Kala itu, awak meda hanya mengikuti satu narasumber yang ternyata justru tidak terbukti klaimnya di pengadilan.

“Kecenderungan pers sekarang menghakimi. Contohnya pemberitaan tentang 10 konsumen perumahan merasa ditipu developer mengadu ke pengadilan di Surabaya. teman-teman pers iditemui pengacara pengadu terus kebetulan sedang mengguggat developer, terus bikin berita ternyata kemudian developer tidak salah,” sebutnya.

Diketahui, tepat pada 9 Februri 1946, organisasi insan pers pertama, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) terbentuk dengan anggota yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia.

Hari ini, bangsa Indonesia akan memperingati tanggal itu sebagai Hari Pers Nasional. Acara puncaknya akan berlangsung di Pantai Mandalika, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dunia pers memang terus bertranformasi, terutama setelah dunia internet menjamah peradaban manusia. Karya jurnalistik tak hanya bisa dibaca lewat surat kabar atau media cetak lainnya, tapi juga dibaca lewat berbagai gadget yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.

Dunia jurnalistik di Indonesia juga sempat mengalami pasang surut. Masih segar di ingatan saat rezim Orde Baru mengatur sirkulasi pemberitaan dan membredel karya jurnalistik yang “bandel”.

Setelah reformasi, angin segar berhembus di dunia jurnalistik. Insan pers bebas berkarya dan mengeluarkan kritiknya tentang berbagai hal, termasuk setiap rezim pemerintah yang berkuasa.

EDITOR : HERMAN MANUA.

Tinggalkan Balasan