JAKARTA a�� KawanuaPost.com – Belakangan, menempuh jalur praperadilan untuk menggugat penetapan tersangka menjadi pilihan, utamanya untuk kasus-kasus besar. Yang teranyar adalah praperadilan yang diajukan Jessica Kumala Wongso, tersangka atas kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin usai menenggak kopi mengandung sianida di Kafe Olivier West Mall Grand Indonesia.
Pengamat Kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar mengatakan, maraknya fenomena praperadilan belakangan ini muncul karena menjadi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan kepastian dalam menghadapi proses hukum di Indonesia.
a�?Sebetulnya pra peradilan sudah ada ketentuan dalam KUHAP. Tetapi sejak kasus Komjen Pol Budi Gunawan menang dalam praperadilan, ini menjadi suatu yang baru dan itu sudah menjadi yurispudensi. Maka muncul tuntutan lain. Kalau terus bergulir dan menjadi keputusan peradilan itu namanya yurispudensi yang bisa mengarah kepada perumusan undang-undang. Apalagi KUHAP kan mau direvisi,a�? katanya Bambang kepada wartawan, Rabu (24/2/2016).
Munculnya kebutuhan akan praperadilan menunjukkan bahwa masyarakat berharap praperadilan diperluas. Tidak hanya sebatas penangkapan dan pemeriksaan, tetapi juga untuk penetapan tersangka.
a�?Tapi ini masih panjang (banyaknya kasus yang di praperadilankan) karena yurispudensi tidak bisa cukup satu, dua, tiga, atau sepuluh, tapi panjang. Praperadilan berjalan dan masyarakat menuntut itu bagus. Supaya kita mengetahui bahwa hukum kita itu mungkin belum lengkap,a�? jelasnya.
Menurutnya, titik awal maraknya fenomena praperadilan ini berawal dari kemenangan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) menggugat KPK yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
a�?Yang baru berhasilkan baru BG. Belum seluruhnya berhasil tetapi kemungkinan bisa berhasil juga, nanti si Jamil (Saipul Jamil) itu bisa praperadilan juga. Titik awalnya ada di BG. Awal mula munculnya praperadilan masyarakat dengan harapan yang bisa sukses itu dimulai dari pak BG tadi,a�? pungkasnya.
EDITOR : HERMAN M.