KAWANUAPOST.COM – KEMISKINANA�masih menjadi permasalahan di negeri ini. Berbagai upaya dilakukan dengan program dari masa ke masa, dari presiden Soekarno hingga Joko Widodo seperti sekarang ini, kesejahteraan masih jauh dari harapan. Menginjak tahun kedua pemerintahan Jokowi Widodo-Jusuf Kalla, program pengentasan kemiskinan dari berbagai sektor pun dibentuk, dipoles bahkan dipercantik hingga mudah diaplikasikan.
a�?Kemiskinan atau ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar harus diatasi secara holistik, mulai dari penyediaan pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal, hingga akses terhadap lapangan pekerjaan yang layak.a�?
Kalimat yang diambil dari website resmi Presiden Joko Widodo,presidenri.go.idA�bukan kalimat yang nyaring karena kosong isinya. Dari paparan itu, setidaknya Jokowi memetakan kemiskinan serta penanggulangannya menjadi empat klasifikasi pengentasan, yakni pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, dan lapangan pekerjaan yang layak.
Ini memang bukan pekerjaan mudah, sejak menjabat 20 Oktober 2014 lalu, Jokowi dihadapkan dengan situasi tak meratanya kesejahteraan di Indonesia yang seolah masih betah disebut Jawa-sentris. Kontribusi pembangunan ekonomi yang dihitung berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) masih timpang antara Jawa dan luar Jawa. Tahun 2014, kontribusi PDB Jawa mencapai 57,5%, sedangkan 42,5% berasal dari luar Jawa dengan kontribusi Kawasan Timur Indonesia hanya 10,6%.
Pemerintah tampaknya sadar bahwa pembangunan manusia harus dimulai dari dasar dengan infrastruktur yang memadai serta merata. Mulai dari jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan laut, bandar udara hingga pasar. Dana sebesar Rp313,5 triliun digelontorkan pemerintah untuk membangun infrastruktur secara merata di seluruh Indonesia pada 2016. Harapannya, ketika semua itu sudah rampung, jarak dan ketimpangan antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur, kian dekat. Sehingga kemajuan bersama dapat lebih cepat terwujud.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menjelaskan, infrastruktur adalah pondasi utama meningkatnya perekonomian masyarakat. Infrastruktur yang memadai bisa dijadikan sandaran untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Harapannya, tingkat kemiskinan akan berkurang dengan lapangan kerja yang memadai.
Pengentasan kemiskinan pun tentu bukan melulu bicara soal infrastruktur, pembangunan manusia yang disenderkan dengan kesejahteraan sosial masyarakat perlu ditingkatkan. Berbagai program pun dicanangkan pemerintah untuk meminimalisir jumlah masyarakat pra-sejahtera. Program Keluarga Harapan (PKH), Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB), Asistensi Sosial Lanjut Usia (ASLU), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Beras untuk Rakyat Sejahtera (Beras Rastra) adalah segelintir program yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Sosial dalam menangani permasalahan sosial yang berpangkal pada kemiskinan.
Kemudian, dalam dua tahun pemerintahannya, Presiden Jokowi juga mulai mengangkat isu kemiskinan di Indonesia dari sektor pendidikan. Pemerintah diketahui telah menggerakkan ribuan tenaga pengajar untuk menghasilkan manusia-manusia Indonesia berkualitas dari berbagai penjuru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah merekrut 7.000 Guru Garis Depan untuk dikirimkan ke daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T), di 93 kabupaten yang tersebar di 28 provinsi.
Setelah pendidikan, kesehatan juga menjadi masalah sentral dalam penanganan kemiskinan. Jokowi, dalam dua tahun pemerintahannya fokus akan ketersediaan obat yang aman dan terjangkau. Pelayanan serta biaya kesehatan yang masih mahal, menjadi pekerjaan rumah yang seolah tak ada habisnya di Indonesia. Satu indikatornya adalah obat yang mahal. Saat ini, terdapat 206 industri farmasi yang menguasai 76 persen pasar obat nasional. Namun 95 persen bahan baku obat masih diimpor. Sedangkan 95 industri alat kesehatan hanya bisa menjangkau 10 persen pasar nasional. Hal itu lah yang membuat kesehatan masih menjadi kebutuhan mewah bagi masyarakat Tanah Air.
Baru-baru ini di tahun kedua, pemerintah juga menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi XI yang terbentuk demi pelayanan dan fasilitas kesehatan yang baik dibarengi dengan harga yang terjangkau serta mudah didapat. Pemerintah juga, melalui paket kebijakan ini, mendorong pengembangan riset dan kebijakan perdagangan dalam negeri. Sehingga dapat menjamin ketersediaan farmasi dan alat kesehatan untuk mendukung pelayanan kesehatan serta keterjangkauan harga obat di dalam negeri.
Di sisi pembangunan tempat tinggal yang layak, pemerintah Joko Widodo menerbitkan program sejuta rumah, demi ketersediaan tempat tinggal yang layak dan mudah didapat bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk tahun 2016, Program Sejuta Rumah yang digalakkan Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) menetapkan target untuk MBR sebanyak 700.000 unit, sementara rumah non MBR sebanyak 300.000 unit.
Pembangunan rumah untuk MBR sebanyak 113.422 unit akan dibiayai melalui APBN melalui Kementerian PUPR. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12.072 unit adalah Rusunawa, program Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah 94.000 unit, pembangunan rumah baru 1.000 unit, dan pembangunan rumah khusus 6.350 unit.
Sisanya sebanyak 586.578 unit dibiayai non APBN. Sementara, pembiayaan 300.000 unit non-MBR diserahkan kepada pengembang dan masyarakat melalui pembangunan rumah komersial dan swadaya. Pemerintah memang telah mengalokasikan dana untuk program satu juta rumah bagi MBR yakni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 sebesar Rp20 triliun dari sebelumnya Rp12 triliun pada 2015.
Seabrek program itu hanya akan menjadi program kosong jika tak dimanfaatkan seluas-luasnya. Agus Pambagio melihat bahwa perekonomian Indonesia masih belum jelas. Ia pun berasumsi bahwa seluruh kebijakan yang diambil Joko Widodo belum terasa dampaknya karena pembangunan infrastruktur serta pengentasan kemiskinan masih terus bergulir.
a�?Beberapa memang sudah selesai, ada bandara, pelabuhan, tapi yang jadi PR satu, bagaimana caranya agar infrastrruktur yang dibangun itu bisa mengentaskan kemiskinan dengan memberikan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi masyarakat. Itu yang penting, bagaimana ekonomi mau maju jika rakyatnya saja miskin dan enggak kerja,a�? papar Agus saat dihubungiA�OkezoneA�melalui sambungan telefon.
Seabrek program yang digulirkan, menurut Agus, tak akan berguna sama sekali jika tak dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, indeks kemiskinan di Indonesia tetap jadi salah satu acuan utama bagi kemajuan di Indonesia. Ia pun mengharapkan agar kinerja pemerintahan bisa terus diperbaiki menuju kesejahteraan masyarakat.
a�?Saran saya, komunikasi antarkementerian itu harus bagus, jadi infrastruktur tidak mubazir. Saya lihat di Jawa Timur ini, pelabuhannya sudah bagus, tapi kapal yang keluarnya kok enggak bawa apa-apa? Jangan sampai infrastruktur ada tapi tidak dimanfaatkan. Harus bisa memberikan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan,a�? jelas Agus yang mengaku sedang berada di Surabaya saat diwawancarai.
Pada akhirnya, kemiskinan memang akan terus jadi permasalahan utama di negeri ini. Dalam dua tahun pemerintahan Jokowi, seabrek kebijakan harus berdasar pada kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai, yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin.
EDITOR : HERMAN MANUA.