Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
JAKARTA a�� KawanuaPost.com – Pengamat Intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengapresiasi berbagai pencapaian yang diraih Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) selama dua tahun memimpin Indonesia. Namun, menurut perempuan yang akrab disapa Nuning itu masih ada berbagai hal yang harus diperbaiki Jokowi-JK untuk ke depannya, terutama dalam bidang pertahanan yang bisa mempengaruhi kestabilan politik di Indonesia.
“Dua tahun usia pemerintahan Jokowi-JK, patut kita apresiasi berbagai kemajuan di seluruh penjuru negara ini. Banyak hal positif dilakukan pemerintahan ini seperti pemberantasan pungli dan narkoba, pembenahan infrastruktur dan regulasinya, dan lain-lain. Tetapi masih ada yang harus diperbaiki ke depan,” ujar Nuning kepada wartawan, Jumat (21/10/2016) kemarin.
Menurut dia, pemerintah tak hanya harus mewaspadai masalah-masalah yang terjadi di Indonesia, tetapi juga isu-isu di dunia internasional. Beberapa masalah dunia internasional yang harus diwaspadai efeknya yakni Pemilu Presiden Amerika Serikat serta mangkatnya Raja Thailand Bhumibol Adulyadej pada usia 88 tahun, Kamis 13 Oktober 2016 lalu.
Pemilihan Presiden Amerika Serikat yang menampilkan persaingan antara Hillary Clinton dan Donald Trump sebagai calon presiden, menurut Nuning juga harus dipikirkan secara matang dampak positif dan negatif bila kedua capres itu menang. “Hal ini tentu berdampak bagi pembangunan sistem pertahanan keamanan kita,” ujar Nuning.
Sementara untuk meninggalnya Raja Thailand, Nuning meminta pemerintah mewaspadai potensi kerusuhan saat penetapan Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn untuk menggantikan Bhumibol Adulyadej.
“Untuk kasus Thailand, kita harus waspada mungkin bila Thailand chaos berdampak ke Indonesia. Utamanya fluktuasi mata uang Bath,” jelasnya.
Selain harus mewaspadai masalah-masalah yang terjadi di negara lain, Nuning juga meminta pemerintah mewaspadai ancaman perdamain di kawasan Asean karena sentralitas negara-negara ASEAN yang semakin pudar dalam menghadapi kepentingan-kepentingan negara besar.
“Indonesia sebagai non-claimant states di LCS seharusnya bisa memainkan perannya sebagai “bridge builders” di kawasan dan mendorong sentralitas Asean,” ujarnya.
Nuning menjelaskan hal yg sama pernah terjadi dan berhasil diselesaikan dengan shuttle diplomacy oleh Indonesia. Nuning pun berharap kepiawaian dan kepemimpinan diplomasi Indonesia di kawasan Asean dalam mengatasi masalah ini sehingga Indonesia jangan hanya mengekor satu kepentingan negara besar tertentu saja.
“Ini adalah esensi ancaman yang ada di kawasan yang selama ini tidak dilihat secara gambling oleh penyusunan strategi pertahanan Indonesia,” ungkapnya.
Nuning juga menyoroti penanggulan terorisme yang harus menjadi catatan perbaikan Jokowi-JK. Menurut Nuning dalam perspektif teori gerakan sosial, fenomena terorisme tidak bisa dipandang hanya sebatas persoalan ideologis semata, tetapi juga persoalan ketidakseimbangan sosiologis.Ketidakseimbangan semacam ini terwujud dalam bentuk deprivasi sosial, kesenjangan ekonomi, dan represi politik.
Ideologi, lanjut Nuning, hanya berperan sebagai mass-mobilizing factor untuk memenangkan simpati dan pikiran orang-orang yang menjadi korban dari ketidakseimbangan sosiologis dimaksud. “Oleh karena itu, ideologi terorisme sebenarnya tidak lebih dari sekadar efek domino dari munculnya ketidakseimbangan sosiologis tersebut,” tutup Nuning.
EDITOR : HERMAN MANUA.