Usik Kebebasan Media, Jokowi Dinilai Post Power Syndrome

Presiden RI Joko Widodo (Jokmowi) (Foto : istimewa)
Presiden RI Joko Widodo (Jokmowi) (Foto : istimewa)

JAKARTA – KawanuaPost.com – Psikolog politik dari Universitas Indonesia (UI) Dewi Haroen menilai, sindiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap media tak lepas dari keresahannya sendiri atas perubahan alur pemberitaan, yang dahulunya sangat menyanjung tinggi dirinya.

“Jokowi merasa gerah karena ternyata kan media kini berbalik, ketika berbalik mengkritik dia gelisah. Kok orang dulu manis tapi sekarang enggak,” ungkap Dewi kepada Wartawan, di Jakarta, Sabtu (15/8/2015) malam.

Secara psikologis, lanjut Dewi, reaksi itu ditunjukkan karena Jokowi dinilai mulai hidup di bawah bayang-bayang kejayaannya yang pernah dimiliki saat ini alias terkena post power syndrome. Dimana sebelumnya, nama Jokowi kerap dibesarkan media.

“Secara psikologi politik dia ketakutan orang akan berbalik arah. Siapapun orangnya, meski manusiawi namun itu tidak benar. Ibaratnya kau (media) yang mulai dan mengakhiri,” bebernya.

Presiden Joko Widodo

Penulis buku Personal Branding itu menegaskan, kebebasan media adalah sebuah keniscayaan. Jika Jokowi ingin membatasi media mainstream, maka dia akan diserang oleh kritikan yang sulit dibendung lewat sosial media.

“Beda dulu dengan sekarang yang ada sosial media, citizen journalism. Artinya absurd kalau dibatasi, kayak kurang kerjaan, tidak mengerjakan pekerjaan yang besar untuk membangun negara,” simpulnya.

EDITOR : HERMAN. M.

Tinggalkan Balasan