JAKARTA a�� KawanuaPost.com – Kapuspen TNI Mayjen Tatang Sulaiman menegaskan korps militer merespon maraknya penyebaran atribut dan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagai komponen utama dalam mempertahankan kedaulatan negara, TNI telah melakukan berbagai upaya mengantisipasi berkembangnya paham Komunisme, Marxisme, dan Lenimisme.
a�?Hingga saat ini, TNI telah bekerjasama dengan Kepolisian melaksanakan penertiban penggunaan atribut dan simbol yang berbau paham komunisme. TNI baik secara institusi maupun individu menempatkan hukum sebagai Panglima Tertinggi dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini selaras dengan kode etik prajurit, yaitu tunduk kepada hukum yang tertuang dalam Sumpah Prajurit TNI,a�? papar Tatang di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, kemarin.
Tatang menambahkan, penyikapan tersebut mengacu pada TAP MPRS XXV/1966, TAP MPR 1/2003 dan UU RI NO 27/1999, khususnya Pasal 107 A hingga 107 F tentang kejahatan terhadap keamanan negara sebagai norma hukum dalam menjalankan tugasnya.
Ia memastikan, sejak 5 Juli 1966, PKI telah dinyatakan sebagai sebagai organisasi terlarang dan telah dibubarkan di seluruh wilayah Indonesia, serta larangan berbagai kegiatan untuk menyebarkan dan mengembangkan paham dan ajarannya.
a�?Dengan demikian tindakan yang dilakukan oleh para Komandan Satuan dan prajurit di lapangan dalam menertibkan maraknya atribut dan simbol PKI sudah benar dan sesuai aturan, jika TNI membiarkan dan tidak menindaknya maka justru TNI akan disalahkan karena melanggar pasal pembiaran terhadap kejahatan yaitu Pasal 164 KUHP,a�? sambungnya.
Selain itu, Tatang menyebut peran ini harus diambil oleh aparat keamanan (TNI) sebagai perwujudan hadirnya negara. Jika TNI lalai, maka kelompok-kelompok masyarakat akan ambil alih peran tersebut sehingga kelompok masyarakat akan saling berhadapan, bertikai dan ini kehancuran. Terlebih Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo telah menyampaikan imbauan kepada seluruh elemen masyarakat untuk tetap waspada dalam menyikapi fenomena kebangkitan PKI, lantaran bisa jadi ini merupakan upaya adu domba.
“Yang perlu dilakukan adalah mewujudkan persatuan sesama elemen bangsa agar kejadian G/30/S PKI tahun 1965 tidak terulang kembali, karena hal tersebut dapat memecah belah bangsa Indonesia menjadi dua kelompok saling bertikai dan saling membunuh,” tandasnya.
EDITOR : HERMAN M.